Friday, 10 February 2017

Hukum Taqlid dan dalil Taqlid ( MknPmC Fiqh 4 )




Bismillahirrahmanirrahim

Moh kite ngaji Pondok moden Cyber ( Fiqh 4 )MknPmC
Hukum Taklid dalam Fiqh Syiah.
Dalil-dalil bolehnya bertaqlid.

Pandangan masyhur fuqaha syiah adalah wajib takhyiri, yaitu kemestian(wajib)boleh dipilih salah satu di antara tiga perkara ijtihad, ihtiyat atau taklid bagi mukallaf; dengan makna bahawa seseorang untuk mengetahui kewajibannya tentang hukum-hukum fiqh, samada ia sendiri harus seorang mujtahid dan menarik kesimpulan(istinbath) hukum dari sumber-sumber fiqh, atau jika bukan mujtahid beramal secara ihtiyat, atau merujuk kepada seorang mujtahid yang telah memenuhi segala syarat(jami syaraith) serta beramal berdasarkan fatwanya.
Dalil-dalil kebolehan Taklid
Fuqaha syiah meyakini kebolehan taklid kepada seorang mujtahid dalam hukum-hukum praktis(ahkam ‘amali). Empat dalil fiqh kebolehan dan keharusan Taklid adalah : Akal, Al-Quran, Hadits dan Ijma’.
Dalil-dalil Akli
Menurut persfektif rasional, mukallaf(orang yang di bebani tugas) harus mendapatkan hukuman@pembalasan akhirat apabila melakukan yang haram dan meninggalkan yang wajib. Oleh itu Ia harus mempunyai sanad acuan serta hujjah(alasan) sehingga dapat terhindar dari hukuman. Hujjah ini dapat di peroleh melalui tiga jalan ijtihad, ihtiyat dan taklid.[16] Dengan urutan ini di samping kedua jalan lainnya taklid mempunyai hukum wajib takhyiri dan mukallaf dapat mempelajari atau mengambil hukum-hukum syar’inya melalui jalan taklid. Dalam kondisi ini, jika ijtihad baginya tidak memungkinkan, maka taklid menjadi wajib ta’yini. [17]
Dalil-dalil Al Quran
Dalam Al-Quran di kemukakan dua jenis taklid: taklid yang tidak baik dan taklid yang baik. Dalam beberapa ayat Al-Quran, taklid kepada para pemimpin kesyirikan, taklid kepada mustakbirin dan taklid kepada nenek moyang atau leluhur berdasarkan fanatisme dan kejahilan, telah di kecam dan dinyatakan tidak baik. Begitu pula taklid buta dalam prinsip-prinsip agama(ushuluddin) di sebutkan Al-Quran sebagai suatu perkara kebodohan dan bertentangan dengan akal. Ayat 31 surah Al-Taubah, telah mengkritik taklid buta dan tanpa tanya kaum Yahudi kepada para pemimpin agama mereka.[18]
Para mufassir dan fuqaha menyebutkan pula beberapa ayat tentang taklid yang di bolehkan dan baik. Sebagai contoh, menurut mereka ayat 122 surah Al-Taubah, yang menunjukkan kewajiban safar guna mendapatkan pemahaman mendalam(tafaqquh) dalam perkara agama, merupakan di antara dalil-dalil Al-Quran berkaitan dengan ketaklidan orang-orang yang tidak berilmu kepada para faqih dan orang-orang berilmu.[19]
Mereka berkeyakinan bahwa mengetahui serta mempelajari ajaran-ajaran Islam dan menyampaikannya kepada yang lain dalam masalah-masalah cabang agama serta perlunya untuk mengikuti mereka, merupakan taklid itu sendiri.[20]
Dalil-dalil Hadits
Hadits-hadits yang terkadang menjadi sandaran para fuqaha imamiyah terkait dengan kebolehan taklid, terdiri dari beberapa kelompok:
Hadits dari Imam Hasan Askari as. yang memuat kata taklid atau turunannya, dengan makna ini “Dan barang siapa dari kalangan fuqaha yang menjaga dirinya, menjaga agamanya, melawan hawa nafsunya, menaati perintah maulanya, maka hendaklah bagi yang awam untuk bertaklid kepadanya”[21] tentunya sebagian kalangan fuqaha tidak mengakui kemuktabaran sanad hadits ini.[22]
Hadits-hadits yang di dalamnya, para Imam as. merujukkan para pengikutnya kepada para perawi hadits, seperti Tauqi’ Imam keduabelas. [23]
Hadits-hadits di mana berdasarkan mereka para Imam as. merujukkan para pengikutnya kepada orang-orang tertentu dengan menyebutkan nama guna mendapatkan hukum-hukum agama.[24]
Hadits-hadits yang di dalamnya para Imam as. mendorong para sahabatnya untuk mengeluarkan fatwa kepada umat atau mengesahkan fatwa mereka.[25]
Hadits-hadits yang berisi pelarangan berfatwa tanpa ilmu atau berfatwa bedasarkan metode-metode seperti ra’yi atau qiyas,[26]di mana dari mereka terpahami kebolehan berfatwa berdasarkan dalil syar’i muktabar.[27]
Hadits-hadits yang mengandung pengesahan para Imam syiah akan kebolehan taklid kepada orang-orang yang berfatwa berdasarkan kaidah-kaidah syar’i.[28]
Kesepakatan Pandangan para Ulama
Ijma’ atau “kesepakatan para fuqaha” adalah di antara dalil-dalil lain kebolehan taklid dalam hukum-hukum syariat dengan pengertian bahwa seluruh fuqaha syiah meyakini bahwa mukallaf dapat mengupayakan dirinya sampai pada derajat ijtihad ataukah memperoleh hukum-hukum syariat dari seseorang yang telah sampai pada derajat ini, tanpa ia mengetahui dalil-dalil fiqih hukum-hukum syariat.[29] Sebagaimana di ketahui, ijma’ sendiri merupakan salah satu di antara sumber-sumber fiqih syiah.
Tq adaptasiWikiShia.

No comments:

Post a Comment