Friday 10 August 2012

Amirul Mukminin Ali bin Abi Talib Mukmin Quraysh




الامام علي بن أبي طالب (ع) راية شماء ورحمة للناس اجمعين...


 ب

الصور / مرقد الإمام علي بن أبي طالب (ع) في ذكری‌ إستشهاده

PEMANDANGAN MAQAM IMAM ALI BIN ABI TALIB

a.s DI NAJAF ,IRAQ

 PADA HARI ULANGTAHUN KESHAHIDAN


الامام علي بن أبي طالب (ع) راية شماء ورحمة للناس اجمعين...

تستعد الجموع المليونية لزحفها نحو مدينة النجف الاشرف لاحياء ذكرى استشهاد أمير المؤمنين وولي المسلمين، أسد الله الغالب الامام علي بن أبي طالب (عليه السلام).
 


ابنا: تستعد الجموع المليونية لزحفها نحو مدينة النجف الاشرف لاحياء ذكرى استشهاد أمير المؤمنين وولي المسلمين، أسد الله الغالب الامام علي بن أبي طالب (عليه السلام).
هذا وانكست النجف الاشرف رايتها الخضراء ورفعت السوداء ايذانا منها بذكرى استشهاد الامام علي بن أبي طالب (عليه السلام).
حيث استبدلت العتبة العلوية في محافظة النجف الاشرف وجميع العتبات المقدسة في مدينة الكاظمية وسامراء وكربلاء ومسجد الكوفة مساء امس الرايات في ذكرى استشهاد الامام عليه السلام من اللون الاخضر الى اللون الاسود، معلنة بذلك الحداد على وليد الكعبة وشهيد الامة الاسلامية الامام علي بن أبي طالب (عليه السلام).




وكالة أهل البيت (ع)‌ للأنباء _‌ ابنا _‌



Imam Ali as Teladan Untuk Semua

"Imam Ali as benar-benar wujud yang adil dan seimbang. Ia mampu mengumpulkan seluruh kesempurnaan manusia. Ia memiliki pemikiran yang dalam dan afeksi yang lembut. Di siang hari mata manusia menyaksikan pengorbanan yang dilakukannya dan telinga mereka mendengarkan nasihat-nasihat penuh hikmahnya. Sementara di malam hari bintang-bintang menyaksikan air matanya yang menetes saat beribadah dan langit mendengarkan munajat penuh cintanya. Imam Ali as adalah seorang bijak dan arif. Ia pemimpin sosial, sekaligus tentara, buruh, orator dan penulis. Pada intinya, Imam Ali as adalah seorang manusia sempurna dengan segala keindahannya." 
 Imam Ali as Teladan Untuk SemuaSubuh tanggal 19 Ramadhan hati Imam Ali as bergetar petanda akan terjadi sebuah peristiwa besar. Berkali-kali beliau keluar dari kamarnya dan menatap langit sembari menitikkan air mata. Kepada dirinya Imam Ali berkata, "Malam ini adalah malam yang telah dijanjikan." Beliau kemudian mengingat ucapan Rasulullah yang disampaikan kepadanya di bulan Ramadhan. Rasul berkata, "Akan terjadi peristiwa getir yang menimpamu di bulan ini. Aku melihatmu tengah melaksanakan shalat ketika seorang paling celaka di muka bumi menghantam kepalamu dengan pedang sehingga jenggotmu bersimbah darah yang bercucuran dari kepalamu." (‘Uyun Akhbar ar-Ridha, jilid 1, hal 297)

Subuh hari itu tengkuk kepala Imam Ali terbelah setelah disabet pedang yang telah dilumuri racun milik Abdurrahman bin Muljam di mihrab masjid Kufah. Darah membasahi seluruh wajah Imam Ali as, namun terdengar dari lisannya beliau berkata, "Demi Allah pemilik Ka'bah! Aku Beruntung." Tiga hari kemudian pada Subuh tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijrah, Imam Ali as meninggalkan dunia yang fana menemui penciptanya.

Sejak waktu itu anak-anak yatim menjadi sedih, tidak mendengarkan langkah-langkah Imam Ali as menuju mereka. Anak-anak yatim harus meyakinkan dirinya bahwa tidak ada orang lagi yang dapat diajak bermain. Karena selama ini mereka dengan gembira bermain menaiki punggung Imam Ali as. Sementara orang-orang miskin baru mengetahui bahwa orang asing yang setiap malam membawakan roti dan korma kepada mereka telah tiada. Kebun kurma yang biasanya didatangi Imam Ali di malam-malam untuk bermunajat sudah tidak dapat mendengar lagi lirihnya munajat beliau. Semua merasa kehilangan.

Pengaruh wujud sebagian tokoh besar terkadang berlanjut hingga beberapa waktu. Tapi sangat jarang ada tokoh dalam sejarah yang berpengaruh untuk segala masa. Berlalunya waktu tidak dapat menghilangkan mereka dari ingatan. Salah satunya adalah Imam Ali as. Beliau untuk semua. GibranKhalil Gibran, penulis Lebanon yang meskipun memeluk Kristen, tapi ia begitu terpikat dengan pribadi Imam Ali as. Sekaitan dengan Imam Ali as, ia menulis, "Saya tidak habis pikir bagaimana ada orang yang mendahului masanya. Menurut keyakinan saya, Ali bin Abi Thalib bukan hanya untuk masanya. Ia pribadi yang senantiasa berada di sisi jiwa yang menguasai wujud."

Potensi wujud dan fitrahnya yang sudi membuat Imam Ali as istimewa di setiap dimensi kemanusiaannya. Beliau berada di atas semua masa dan generasi. Ali bin Abu Thalib dibesarkan oleh pribadi besar seperti Rasulullah Saw yang membuatnya sampai pada keadilan dan ketakwaan yang tinggi. Allamah Syahid Murtadha Muthahhari dalam bukunya "Daya Tolak dan Tarik Imam Ali as" menulis:

"Imam Ali as benar-benar wujud yang adil dan seimbang. Ia mampu mengumpulkan seluruh kesempurnaan manusia. Ia memiliki pemikiran yang dalam dan afeksi yang lembut. Di siang hari mata manusia menyaksikan pengorbanan yang dilakukannya dan telinga mereka mendengarkan nasihat-nasihat penuh hikmahnya. Sementara di malam hari bintang-bintang menyaksikan air matanya yang menetes saat beribadah dan langit mendengarkan munajat penuh cintanya. Imam Ali as adalah seorang bijak dan arif. Ia pemimpin sosial, sekaligus tentara, buruh, orator dan penulis. Pada intinya, Imam Ali as adalah seorang manusia sempurna dengan segala keindahannya."

Apa sebenarnya yang menyebabkan pribadi Imam Ali as masih menarik perhatian hati manusia setelah berlalu berabad-abad dan akal senantiasa memujinya? Rahasia keabadian Imam Ali as terletak pada hubungannya yang terus menerus dengan Allah. Hubungan ini yang membuatnya melewati ruang dan waktu. Setiap hati manusia pasti mencintainya. Karena beliau punya hubungan sangat dalam dengan kebenaran. Dari sini, setiap fitrah yang masih suci dan sehat serta punya kecenderungan meraih hakikat, sudah barang tentu akan memuji Imam Ali as dan mencintainya.

Imam Ali as adalah contoh nyata orang yang berjalan di jalan yang lurus. Orang-orang jujur dalam berbuat dan berkata. Ketika berada di puncak kekuasaan, maka akan dimanfaatkan sebagai alat untuk menghidupkan kebenaran. Kekuasaan yang dimiliki menjadi sarana bagi pertumbuhan keutamaan manusia dan menciptakan keadilan. Terkadang kita menyaksikan beliau menghadapi orang-orang yang begitu mencintai dunia, tapi terkadang beliau harus menghadapi orang-orang munafik dan di lain waktu harus memerangi orang-orang yang ingin menipu masyarakat dengan simbol-simbol agama. Imam Ali as memerintah dengan gaya yang sangat merakyat dan keadilan merupakan ciri khasnya. Tidak ada yang dapat mempengaruhinya dalam menegakkan keadilan, sekalipun itu keluarganya sendiri.

Gaya hidup Imam Ali as dalam kehidupan sehari-hari bersumber dari cara pandangnya terhadap dunia dan bagaimana menghadapinya. Dunia dan alam diciptakan oleh Allah dengan sangat indah. Langit, bumi, laut, gunung, awan dan angin semua merupakan tanda-tanda kebesaran Allah Swt. Imam Ali as juga mencintai dunia dan alam sebagai tanda-tanda kebesaran Allah. Dalam sejarah disebutkan bagaimana Imam Ali as begitu mencintai mata air, kebun dan sawah. Beliau memanggul pohon korma untuk di tanam di kebun. Beliau menggali sumur seorang diri guna mengairi korma-korma itu. Itulah mengapa dalam satu ucapannya Imam Ali as mencela orang yang mencaci dunia. Imam Ali as berkata:

"Dunia tempat kejujuran bagi orang-orang yang jujur, tempat yang sehat bagi mereka yang mengenal dunia rumah sehat dan dunia tempat yang tidak dibutuhkan bagi mereka yang telah memiliki bekal... Dunia adalah tempat penyembahan kepada Allah bagi mereka yang mencintai-Nya dan tempat shalat para malaikat... Dunia adalah pasar untuk mencari untung bagi para pecinta Allah dan di dunia mereka meraih rahmat Allah serta memiliki surga yang kekal." (Nahjul Balaghah, hikmah 131)

Dengan dasar ini, Imam Ali as memandang dunia sebagai pengantar bagi akhirat agar jangan sampai kita telah bersusah payah di dunia, tapi ternyata tidak mendapatkan apa-apa di akhirat. Dunia adalah tempat ujian dan sarana untuk meluncur meraih puncak kesempurnaan. Dunia merupakan pasar dimana orang-orang beriman memanfaatkan segala kemampuan materi dan spiritualnya untuk mencapai derajat kemanusiaan yang tinggi. Mereka melayani, memperluas keadilan dan melindungi kehormatan manusia demi menciptakan masyarakat yang bahagia.

Dunia menurut Imam Ali as akan bernilai dan mulia selama tetap pada fungsinya sebagai alat untuk melayani masyarakat, menciptakan keadilan dan memperkuat fondasi perdamaian. Cara pandang terhadap dunia yang diajarkan Imam Ali as membuat beliau sendiri menjadi seorang pejuang gigih dalam melawan kezaliman dan ketidakadilan. Beliau melawan setiap bentuk penindasan demi mengembalikan hak-hak orang tertindas. Tapi pada saat yang sama, cara pandang beliau terhadap dunia membuatnya berpanas-panas untuk menanam korma dan hasilnya dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan orang-orang miskin.

Tapi bila dunia dijadikan tujuan dan berhadap-hadapan dengan akhirat, maka ini akan menjadi penghalang besar bagi manusia untuk meraih kesempurnaan. Bila di dunia ini tujuan mulia manusia ditumpas dan manusia ditawan dan bila ajaran langit, perasaan manusia dan moral terbakar dalam api kekuasaan dan kekayaan, maka pada waktu itu dunia menjadi tercela. Imam Ali as berperang dengan dunia yang dipandang dengan cara seperti ini. Dunia seperti inilah yang dilukiskan begitu hina dan buruk oleh Imam Ali as.

Terkadang beliau menyamakan dunia dengan ular yang tampaknya indah, tapi sangat berbisa. Di lain kesempatan beliau mengatakan dunia di mataku lebih hina dari tulang babi yang berada di tangan seorang yang berpenyakit kusta atau daun yang tak bernilai di mulut belalang. Di sini Imam Ali as memulai perjuangannya melawan dunia. Imam mengingatkan dunia dapat menjadi tempat manusia tergelincir dan tertinggal dari jalan Allah menuju kesempurnaan. Oleh karena itu orang-orang yang beriman harus melihat dunia sebagai tempat penyeberangan menuju akhirat. 



bersama ABU WAJIHAH  UMMU ABIHA BERKENALAN 

DENGAN ABU TALIB AYAHNDA IMAM ALI a.s

ABU TALIB MUKMIN QURAISY

Nabi Muhammad dijaga oleh bapa saudaranya, Abu Talib bin Abdul Mutalib (as) selepas kematian datuk kesayangan baginda. Ini kerana baginda lebih banyak menghabiskan usia mudanya bersama Abu Talib (as), iaitu sejak berusia lapan tahun sehinggalah baginda menginjak dewasa dan mendirikan rumah tangga pada usia 40 tahun dengan wanita terkemuka Arab pada masa itu, Saidatina Khadijah binti Khuwailid (as).
Tentunya sepanjang di bawah penjagaan Abu Talib (as) ini, merupakan kesinambungan satu sirah Nabi yang menjanjikan pelbagai lagi inti pati pengajaran kepada umat Islam. Abu Talib (as), adalah abang kepada bapa Nabi, Abdullah bin Abdul Mutalib (as). Nama sebenar beliau ialah Imran dan digelar Abu Talib kerana anak sulungnya bernama Talib iaitu hasil perkahwinannya dengan Fatimah binti Asad (as). Mereka dikurniakan anak-anak yang lain iaitu, Jaafar, Ali dan Aqil serta dua anak perempuan, Fakhitah dan Jumanah (Ummu Hani) binti Abu Talib.
Abdullah al-Khazini dalam bukunya, "Abu Thalib (Talib) Mukmin Quraisy - Paman (Bapa Saudara), sekali gus Pengasuh, Pelindung dan Pembela Rasulullah (saw) (Darul Fikir, 1978) menulis, Abu Talib (as) yang juga mendapat julukan 'Abdul Manaf' dikatakan menerima wasiat daripada bapanya, Abdul Muttalib akan tanggungjawabnya untuk memelihara Nabi Muhammad (saw) dalam satu bentuk syair, yang berbunyi;

Ku wasiatkan pada mu wahai Abdul Manaf sepeninggalanku,
Akan anak yatim, yang ditinggal ayahnya sendirian,
Ku wasiatkan pada orang yang ku juluki Abdul Manaf,
Dialah orangnya yang memiliki banyak pengalaman,
Akan anak kekasih, kerabat paling mulia,
Anak yang ditinggalkan ayahnya hidup sendiri,
Wasiat ini dipikulkan kepada diri Abu Talib,
Tempat tinggalnya yang kukuh dan ia menyukainya,
Jangan kau wasiat aku dengan keharusan dan kewajiban,
Kerana ku dengar keajaiban yang sangat mengkagumkan,
Dari semua orang yang berilmu dan cerdik cendekiawan,
Hingga jelaslah dengan puji Allah dan ucapan Rahib itu.

Wasiat tersebut dilafazkan ketika detik-detik kematian kian menghampiri Abdul Muttalib (as) yang dikatakan meninggal dunia pada usia 120 tahun. Lalu dijawab oleh Abu Talib (as) ; "Aku menerimanya. Demi Allah, Dialah yang menjadi saksinya".
Walaupun tidak memiliki kekayaan harta benda yang lumayan dan melimpah, namun kecerdasan dan daya kepemimpinan yang tinggi adalah kekayaan yang dimiliki oleh bapa saudara Nabi ini.
Kepimpinan yang jitu ditunjukkan oleh Abu Talib (as) dalam mengambil alih tugas bapanya iaitu sebagai pemberi makan dan minum kepada jema'ah yang datang ke Ka'bah untuk mengerjakan haji. Sebagai penjaga Telaga Zamzam, Abu Talib (as) akan melemparkan buah kurma dan kismis ke dalam telaga itu supaya air Zamzam terasa manis lagi menyegarkan untuk para jemaah yang menempuh perjalanan jauh dan panas. Apatah lagi melalui padang-padang Sahara yang kering lagi tandus itu.

Jatuh miskin :

Namun pada suatu ketika, Abu Talib (as) benar-benar jatuh miskin yang boleh menggugat kemampuannya untuk terus membantu para jemaah itu. Namun bapa saudara Nabi ini tidak sanggup meninggalkan kemuliaan tugas itu hanya kerana kemiskinan.
Demi meneruskan usaha bapanya, Abu Talib (as) kemudiannya menemui saudaranya yang yang lebih kaya dan berharta, iaitu al-'Abbas. Tanpa segan Abu Talib (as) meminjam wang 10,000 dirham daripada saudaranya itu bagi membolehkan beliau terus menunaikan kewajipannya kepada para jema'ah haji.
Jelas sekali Abu Talib menggambarkan satu daya kepimpinan yang tinggi namun jasa beliau yang sangat dikenang oleh penduduk Mekah dapat kita ikuti melalui satu peristiwa. Pada satu ketika Mekah benar-benar ditimpa musibah yang amat perit untuk ditanggung oleh para penduduknya apabila berhari-hari tidak hujan menyebabkan berlakunya musim kemarau yang paling buruk.
Ibnu 'Asakir dalam satu riwayat daripada Julhamah bin Arthafah yang menceritakan bahawa beliau datang ke Mekah dan mendapati penduduk di situ begitu sengsara. Seorang daripada penduduk berkata; "Marilah kita bersandar (memohon pertolongan) kepada Lata dan 'Uzza (berhala)!" Sementara seorang lagi pula berkata: "Marilah kita bersandar kepada Manat (berhala)," Namun seorang lagi pula berkata: "Mengapa kalian menjadi lemah akal, sementara di tengah-tengah kalian masih ada yang mewarisi keturunan Ibrahim (Nabi) dan Ismail (Nabi)?"
Lalu mereka berkata; "Nampaknya, orang yang kamu maksudkan adalah Abu Talib!". "Benar!
" jawab si polan yang ketiga tadi.
Lalu mereka terus menuju ke rumah Abu Talib (as) dan berkata; "Wahai Abu Talib! Wadi-wadi yang ada telah mengering, tanah serta ladang semakin gersang. Oleh kerana itu, mintakanlah supaya hujan turun supaya kami dapat meneruskan kehidupan seperti sedia kala!"
Sambil tersenyum tanda sedia membantu, Abu Talib (as) pun keluar dari rumahnya dengan membawa seorang kanak-kanak, iaitu anak saudaranya, Nabi Muhammad (saw). Sejurus mereka melangkah keluar, awan yang tebal dan gelap terus berkumpul di langit yang sebelum ini begitu cerah tanpa segumpal awan pun. Setibanya mereka di Ka'bah, Abu Talib (as) pun merapatkan badan anak saudaranya itu ke dinding Rumah Allah itu dan mereka bersama-sama memohon kepada Allah supaya bumi yang gersang itu akhirnya dibasahi hujan.
Ditakdirkan Allah, tidak lama kemudian hujan pun turun dengan mencurah-curah sebagaimana yang diminta oleh penduduk Mekah itu. Lembah Mekah pun kembali subur dan tiada lagi keperitan untuk ditanggung
. Peristiwa ini seperti yang disebut oleh Abi Talib dalam syairnya;

Si Putih yang diminta hujan dengan berkat wajahnya,
Ketua anak-anak yatim dan pelindung balu-balu!.


Kejadian ini juga menyuntik lagi kekuatan kepada Abu Talib (as) untuk menjaga anak saudaranya itu kerana kini semakin nampak mengenai kedudukan Nabi Muhammad (saw) sebagaimana yang sering diucapkan oleh bapanya sebelum ini. Keperibadian Nabi Muhammad (saw) benar-benar tidak sebagaimana anak-anak yang lazimnya.
Apa yang dilihat oleh Abu Talib (as), anak saudaranya itu tidak sahaja memiliki segala kesempurnaan dan kelebihan tetapi beliau yakin Nabi Muhammad (saw) akan berhadapan dengan pelbagai cabaran dan tentangan. Ini menyebabkan Abu Talib (as) akan mempertahankan anak saudaranya itu walau terpaksa bergalang dengan nyawanya sendiri.
Namun dalam satu peristiwa lain, Abu Talib (as) pernah cuba hendak meninggalkan Nabi Muhammad (saw) dalam jagaan orang lain. Ini semata-mata beliau tidak mahu anak saudaranya itu terdedah kepada sebarang ancaman keselamatan ketika beliau bersama beberapa pedagang Quraisy yang ingin memulakan perjalanan untuk berniaga di Syam (Syria).
Namun ketika kafilah-kafilah yang membawa pelbagai dagangan itu hendak memulakan perjalanan yang jauh itu, Abu Talib (as) memalingkan muka dan alangkah terkejutnya beliau apabila melihat dengan jelas anak saudaranya itu sedang menyapu air mata yang jatuh membasahi pipi. Rupa-rupanya Nabi Muhammad (saw) sangat sedih untuk berpisah dengan dengan bapa saudaranya itu.
"Wahai bapa saudaraku! Kepada siapakah engkau hendak tinggalkan aku sementara ketiadaanmu di sini? Sedangkan aku tidak memiliki, baik ayah mahupun ibu," kata si anak saudara dalam sedu dan sedan.
Wajah sedih dan kata-kata Nabi Muhammad (saw) itu membangkitkan rasa hiba Abu Talib (as)dan tidak semena-mena beliau sendiri merasakan tidak sanggup meninggalkan anak saudaranya itu.
Lalu dipeluknya anak saudaranya yang ketika itu dikatakan dalam usia 12 tahun sambil berkata; "Demi Allah, aku akan membawa kau pergi bersamaku. Kau tidak akan berpisah dengan aku dan aku tidak akan meninggalkan engkau lagi wahai anak saudaraku!".

Berdagang :

Nabi Muhammad (saw) yang dalam rangkulan bapa saudaranya itu kemudiannya turut dibawa untuk berdagang ke Syam. Sebuah perjalanan getir lebih-lebih lagi terpaksa menempuh padang pasir yang kering dan kontang yang tentunya tidak sesuai untuk anak yang semuda Nabi (saw)itu.
Namun Abu Talib (as) mendapati bahawa perjalanan kali ini berbeza, tidak ada kepayahan kecuali yang menyenangkan tanpa sebarang ancaman yang boleh mengganggu perjalanan mereka. Mereka berjaya melewati Madyan, Lembah Qura, negeri Tsamud sehinggalah daripada jauh mereka dapat menyaksikan keindahan matahari yang sedang terbit dari arah Syam. Sungguh indah sehinggakan mereka semakin bersemangat untuk sampai ke negeri itu walaupun telah berhari dan berbulan dalam perjalanan ini.

TQ abu wjhh


bersama aburedza perlis tentang ABU TALIB a.s



Penulis mengutip  beberapa penulisan  Syiah seperti berikut :
Kulani dalam Kitabul Hujah  Hadis  no (786)-29. Al-Husain bin Muhammad dan Muhammad bin Yahya, daripada Ahmad bin Ishaq, daripada Bakr bin Muhammad al-Azdi, daripada Ishaq bin Ja‘far, daripada bapanya a.s telah berkata: Dikatakan kepadanya: Sesungguhnya mereka telah menyangka bahawa Abu Talib kafir? Beliau telah berkata: Mereka telah berbohong, bagaimana beliau seorang kafir sedangkan beliau telah berkata:
Tidakkah mereka mengetahui sesungguhnya kami . Telah mendapati  Muhammad. Seorang Nabi seperti Musa ditulis pada awal kitab.
 Di dalam hadis yang lain, bagaimana Abu Talib seorang kafir sedangkan beliau telah berkata:
 Sesungguhnya mereka telah mengetahui bahawa anak   lelaki kami bukanlah pembohong . Di sisi kami beliau tidak peduli kebatilan yang diikatakan kepadanya .  Beliau meminta awan menurunkan hujan dengan mukanya.  Penjaga kepada anak-anak yatim dan janda-janda yang mempunyai anak.
Kulani dalam Kitabul Hujah  Hadis  no .(790)-33. Muhammad bin Yahya, daripada Ahamad dan Abdullah dua anak lelaki Muhammad bin Isa, daripada bapa mereka berdua, daripada Abdullah bin al-Mughirah, daripada Isma‘il bin Abi Ziyad, daripada Abu Abdillah a.s  telah berkata: Abu Talib telah memasuki Islam dengan kiraan jumlah dan beliau a.s telah menyimpulkan dengan tangannya [angka] enam puluh tiga.
Abdullah al Khanizi dalam bukunya Abu Thalib Mukmin Quraisy mengutip daripada  As-Sirah an-Nabawiyyahjuz I, hal. 86-87; as-Sirah a/-Ha/abiyyah juz I, hal. 390- 391;  mengatakan wasiat Abu Thalib di waktu hampir meninggal dunia menjadi bukti  berimannya beliau :
“Aku berwasiat kepada kalian agar kalian mengagungkan Ka’bah ini, karena di dalamnya terdapat keridhaan Tuhan clan pilar-pilar kehi­dupan, dan sarana kemudahan.”
“Sambungkanlah silaturahmi kalian dan janganlah memutuskannya, karena menyambungkan silaturahmi dapat memanjangkan usia.”
“Tinggalkanlah kesesatan dan kedurhakaan, karena dengan keduanya generasi-generasi sebelum kalian binasa!”
“Penuhilah undangan–pengundang dari berilah peminta-minta, karena pada keduanya terdapat kemuliaan dalam kehidupan dan kematian.”
“Kalian harns berkata benar dan menunaikan amanat, karena pada keduanya terdapat cinta pad a kalangan khusus dan kemuliaan pada kalangan umum.”
“Aku wasiatkan kepada kalian agar berlaku baik kepada Muhammad, karena ia orang tepercaya di tengah kaum Quraisy dan orang jujur di tengah bangsa Arab. Dialah yang menghiIllpun seluruh apa yang aku wasiatkan kepada kalian. Ia telah datang kepada kita dengan membawa suattl perkara yang diterima hati tetapi diingkari dala’m lisan karena khawatir terhadap orang-orang yang membenci, memusuhi dan ber­perilaku buruk.”
“Aku bersumpah kepada Allah, seakan-akan aku memandang orang­orang fakir Arab, orang-orang pinggiran, dan orang-orang lemah telah menyambut dakwahnya, mempercayai ucapannya, dan memuliakan urusannya hingga mereka menghadapi kematian. Para pemimpin dan pemberani Quraisy berubah menjadi orang rendahan, rumah-rumah mereka hancur, dan orang-orang lemah di antara mereka menjadi para pemimpin. Mereka yang paling sombong kepadanya mepjadi orang yang paling membutuhkannya dan mereka yang paling jauh darinya menjadi orang yang paling dekat kepadanya. Bangsa Arab telah memurnikan cinta mereka kepadanya, menjemihkan dada mereka untuknya, dan me~­berikan otoritas mereka kepadanya.”
“Di tengah kalian, wahai sekalian kaum Quraisy, ada anak ayah kalian. Jadilah pembela baginya dan pelindung bagi kelompoknya.”
“Demi Allah, tidak seorang pun mengikuti jalannya melainkan ia mendapat petunjuk, dan tidak seorang pun mengambil hidayahnya melainkan ia mendapatkan kebahagiaan.”
“Kalau aku masih punya umur dan ajalku ditunda, tentu aku akan melindunginya dari peperangan dan bencana dan membelanya dari malapetaka.”

Di dalam hujah Syiah penulis tidak ketemu sebelum meninggalnya Abu Thalib beliau mengucapkan syahadah. Kerana itu penulis membuka kitab Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam tertulis seperti berikut :
Kaum Musyrikin Menemui Abu Talib Sewaktu Beliau Sedang Tenat Menuntut Diadakan Perjanjian di antara Mereka Dengan Rasulullah (s.a. w.)
Ibnu Ishaq berkata: “Ketika Abu Talib ditimpa sakit dan bilamana berita ketenatannya sampai ke pengetahuan orang Quraisy, mereka berkata kepada sebahagian yang lain: “Sesungguhnya Hamzah dan Umar telah memeluk Islam dan Islam telah tersebar di seluruh suku kabilah Quraisy. Oleh kerana itu, pergilah kalian kepada Abu Talib, kemudian arahkannya mengambil anak saudaranya serta serahkan dia kepada kita. Demi Allah! Kita tidak dapat hidup aman selagi dia (Muhammad) menguasai persoalan kita dengan keras.”
Ibnu Ishaq berkata bahawa aI-Abbas bin Abdullah bin Mu’ abbad menceritakan dari sebahagian keluarganya dari Ibnu Abbas yang berkata:
“Beberapa orang Quraisy datang menemui Abu Talib lalu berbicara dengannya. Mereka adalah ‘Utbah bin Rabi ‘ah, Syaibah bin Rabi ‘ah, Abu Jahal bin Hisyam, Umaiyyah bin Khalaf dan Abu Sufyan dalam rombongan tokoh-tokoh Quraisy. Mereka berkata kepada Abu Talib,
“Hai Abu Talib! Sesungguhnya engkau adalah sebahagian daripada kami sebagaimana yang engkau tahu. Engkau juga akan meninggal dunia sebagaimana yang engkau tahu dan kami berasa khuatir kepadamu. Engkau sendiri tahu persengketaan antara kami dengan anak saudaramu. Oleh kerana itu, panggillah dia, kemudian ambillah sesuatu dari kami untuknya dan ambillah sesuatu darinya untuk kami, supaya dengan cara itu dia akan menahan diri dari kami dan kami pula akan menahan diri darinya; supaya dia membiarkan kami dengan agama kami dan kami membiarkannya dengan agamanya.”
Abu TaIib mengutus seseorang menemui Rasulullah (s.a.w.) laIu Baginda datang kepada Abu Talib. Abu Talib berkata kepada Rasulullah (s.a.w.):
 “Wahai anak saudaraku! Mereka adalah tokoh kaummu. Mereka telah sepakat untuk memberikan sesuatu kepadamu dan sebagai gantinya mereka mendapat sesuatu darimu.”
Rasulullah (s.a. w.) bersabda:
 Baiklah! Hanya ada satu kalimat yang jika kalian memberikannya, nescaya dengan kalimat tersebut mereka dapat me­nguasai orang Arab dan menundukkan bangsa asing.”
Abu Jahal l berkata:
 ”Baiklah, demi ayahmu! Sepuluh kalimat pun tidak mengapa.”
Rasulullah (s.a.w.) bersabda:
“Kalian mengatakan ‘la ilaha illallah’ dan kalian melepaskan apa saja yang kalian sembah selain Allah.”
Tokoh-tokoh Quraisy bertepuk tangan kemudian berkata:
 ”Wahai Muhammad! Apakah engkau ingin menjadikan tuhan-tuhan itu satu saja? Sesungguhnya urusanmu terlalu aneh.”
 Kemudian sebahagian dari pada mereka berkata kepada yang lain:
“Demi Allah! Sesungguhnya lelaki ini (Rasulullah s.a. w.) tidak memberikan apa yang kalian inginkan. Pulanglah dan teruskanlah dengan agama nenek moyang kalian sehingga Allah memutuskan perkara di antara kita dengannya,”
kemudian mereka pun keluar dari rumah Abu Talib.”

Pada Bab  Harapan Rasulullah (s.a. w.) Terhadap KeIslaman Abu Talib tertulis seperti berikut pada kitab yang sama :
Abu Talib berkata kepada Rasulullah (s.a.w.):
“Demi Allah, wahai anak saudaraku! Aku tidak melihatmu meminta sesuatu yang berat dari mereka.”
Ketika Abu Talib berkata demikian, Rasulullah (s.a.w.) mengharapkan keIslaman beliau. Baginda berkata kepada Abu Talib:
 ”Wahai bapa saudaraku! Ucapkan satu kalimat, maka dengan kalimat tersebut engkau berhak mendapat syafaatku pad a hari kiamat”
KetikaAbu Talib melihat kesungguhan Rasulullah (s.a. w.) terhadap dirinya, dia berkata:
 ”Wahai anak saudaraku, demi Allah! Kalaulah tidak kerana kekhuatiranku terhadap kecaman yang menimpamu dan menimpa anak-anak ayahmu sepeninggalanku dan kaIaulah tidak kerana kekhuatiranku terhadap tuduhan kaum Quraisy bahawa aku mengucapkannya kerana takut mati, nescaya aku ucapkan kalimat terse but Aku tidak akan mengucapkannya melainkan untuk menggembirakanmu.”
 Sewaktu ajaI Abu Talib semakin dekat, aI-Abbas melihatnya menggerak-gerakkan dua bibir lalu dia pun cuba mendengamya dengan telinga. Al-Abbas berkata kepada Rasulullah (s.a.w.):
“Wahai anak saudaraku, Demi Allah! Sesungguhnya saudaraku telah mengucapkan kaIimat yang engkau perintahkan itu.”
Rasulullah (s.a. w.) bersabda:
“Aku tidak mendengarnya.”

Demikian catitan sejarah , sesungguhnya kepada Allah kita pohon hidayah petunjuk.
Abu Redza
TQ ABUREDZA


Penulis mengutip  beberapa penulisan  Syiah seperti berikut :
Kulani dalam Kitabul Hujah  Hadis  no (786)-29. Al-Husain bin Muhammad dan Muhammad bin Yahya, daripada Ahmad bin Ishaq, daripada Bakr bin Muhammad al-Azdi, daripada Ishaq bin Ja‘far, daripada bapanya a.s telah berkata: Dikatakan kepadanya: Sesungguhnya mereka telah menyangka bahawa Abu Talib kafir? Beliau telah berkata: Mereka telah berbohong, bagaimana beliau seorang kafir sedangkan beliau telah berkata:
Tidakkah mereka mengetahui sesungguhnya kami . Telah mendapati  Muhammad. Seorang Nabi seperti Musa ditulis pada awal kitab.
 Di dalam hadis yang lain, bagaimana Abu Talib seorang kafir sedangkan beliau telah berkata:
 Sesungguhnya mereka telah mengetahui bahawa anak   lelaki kami bukanlah pembohong . Di sisi kami beliau tidak peduli kebatilan yang diikatakan kepadanya .  Beliau meminta awan menurunkan hujan dengan mukanya.  Penjaga kepada anak-anak yatim dan janda-janda yang mempunyai anak.
Kulani dalam Kitabul Hujah  Hadis  no .(790)-33. Muhammad bin Yahya, daripada Ahamad dan Abdullah dua anak lelaki Muhammad bin Isa, daripada bapa mereka berdua, daripada Abdullah bin al-Mughirah, daripada Isma‘il bin Abi Ziyad, daripada Abu Abdillah a.s  telah berkata: Abu Talib telah memasuki Islam dengan kiraan jumlah dan beliau a.s telah menyimpulkan dengan tangannya [angka] enam puluh tiga.
Abdullah al Khanizi dalam bukunya Abu Thalib Mukmin Quraisy mengutip daripada  As-Sirah an-Nabawiyyahjuz I, hal. 86-87; as-Sirah a/-Ha/abiyyah juz I, hal. 390- 391;  mengatakan wasiat Abu Thalib di waktu hampir meninggal dunia menjadi bukti  berimannya beliau :
“Aku berwasiat kepada kalian agar kalian mengagungkan Ka’bah ini, karena di dalamnya terdapat keridhaan Tuhan clan pilar-pilar kehi­dupan, dan sarana kemudahan.”
“Sambungkanlah silaturahmi kalian dan janganlah memutuskannya, karena menyambungkan silaturahmi dapat memanjangkan usia.”
“Tinggalkanlah kesesatan dan kedurhakaan, karena dengan keduanya generasi-generasi sebelum kalian binasa!”
“Penuhilah undangan–pengundang dari berilah peminta-minta, karena pada keduanya terdapat kemuliaan dalam kehidupan dan kematian.”
“Kalian harns berkata benar dan menunaikan amanat, karena pada keduanya terdapat cinta pad a kalangan khusus dan kemuliaan pada kalangan umum.”
“Aku wasiatkan kepada kalian agar berlaku baik kepada Muhammad, karena ia orang tepercaya di tengah kaum Quraisy dan orang jujur di tengah bangsa Arab. Dialah yang menghiIllpun seluruh apa yang aku wasiatkan kepada kalian. Ia telah datang kepada kita dengan membawa suattl perkara yang diterima hati tetapi diingkari dala’m lisan karena khawatir terhadap orang-orang yang membenci, memusuhi dan ber­perilaku buruk.”
“Aku bersumpah kepada Allah, seakan-akan aku memandang orang­orang fakir Arab, orang-orang pinggiran, dan orang-orang lemah telah menyambut dakwahnya, mempercayai ucapannya, dan memuliakan urusannya hingga mereka menghadapi kematian. Para pemimpin dan pemberani Quraisy berubah menjadi orang rendahan, rumah-rumah mereka hancur, dan orang-orang lemah di antara mereka menjadi para pemimpin. Mereka yang paling sombong kepadanya mepjadi orang yang paling membutuhkannya dan mereka yang paling jauh darinya menjadi orang yang paling dekat kepadanya. Bangsa Arab telah memurnikan cinta mereka kepadanya, menjemihkan dada mereka untuknya, dan me~­berikan otoritas mereka kepadanya.”
“Di tengah kalian, wahai sekalian kaum Quraisy, ada anak ayah kalian. Jadilah pembela baginya dan pelindung bagi kelompoknya.”
“Demi Allah, tidak seorang pun mengikuti jalannya melainkan ia mendapat petunjuk, dan tidak seorang pun mengambil hidayahnya melainkan ia mendapatkan kebahagiaan.”
“Kalau aku masih punya umur dan ajalku ditunda, tentu aku akan melindunginya dari peperangan dan bencana dan membelanya dari malapetaka.”

Di dalam hujah Syiah penulis tidak ketemu sebelum meninggalnya Abu Thalib beliau mengucapkan syahadah. Kerana itu penulis membuka kitab Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam tertulis seperti berikut :
Kaum Musyrikin Menemui Abu Talib Sewaktu Beliau Sedang Tenat Menuntut Diadakan Perjanjian di antara Mereka Dengan Rasulullah (s.a. w.)
Ibnu Ishaq berkata: “Ketika Abu Talib ditimpa sakit dan bilamana berita ketenatannya sampai ke pengetahuan orang Quraisy, mereka berkata kepada sebahagian yang lain: “Sesungguhnya Hamzah dan Umar telah memeluk Islam dan Islam telah tersebar di seluruh suku kabilah Quraisy. Oleh kerana itu, pergilah kalian kepada Abu Talib, kemudian arahkannya mengambil anak saudaranya serta serahkan dia kepada kita. Demi Allah! Kita tidak dapat hidup aman selagi dia (Muhammad) menguasai persoalan kita dengan keras.”
Ibnu Ishaq berkata bahawa aI-Abbas bin Abdullah bin Mu’ abbad menceritakan dari sebahagian keluarganya dari Ibnu Abbas yang berkata:
“Beberapa orang Quraisy datang menemui Abu Talib lalu berbicara dengannya. Mereka adalah ‘Utbah bin Rabi ‘ah, Syaibah bin Rabi ‘ah, Abu Jahal bin Hisyam, Umaiyyah bin Khalaf dan Abu Sufyan dalam rombongan tokoh-tokoh Quraisy. Mereka berkata kepada Abu Talib,
“Hai Abu Talib! Sesungguhnya engkau adalah sebahagian daripada kami sebagaimana yang engkau tahu. Engkau juga akan meninggal dunia sebagaimana yang engkau tahu dan kami berasa khuatir kepadamu. Engkau sendiri tahu persengketaan antara kami dengan anak saudaramu. Oleh kerana itu, panggillah dia, kemudian ambillah sesuatu dari kami untuknya dan ambillah sesuatu darinya untuk kami, supaya dengan cara itu dia akan menahan diri dari kami dan kami pula akan menahan diri darinya; supaya dia membiarkan kami dengan agama kami dan kami membiarkannya dengan agamanya.”
Abu TaIib mengutus seseorang menemui Rasulullah (s.a.w.) laIu Baginda datang kepada Abu Talib. Abu Talib berkata kepada Rasulullah (s.a.w.):
 “Wahai anak saudaraku! Mereka adalah tokoh kaummu. Mereka telah sepakat untuk memberikan sesuatu kepadamu dan sebagai gantinya mereka mendapat sesuatu darimu.”
Rasulullah (s.a. w.) bersabda:
 Baiklah! Hanya ada satu kalimat yang jika kalian memberikannya, nescaya dengan kalimat tersebut mereka dapat me­nguasai orang Arab dan menundukkan bangsa asing.”
Abu Jahal l berkata:
 ”Baiklah, demi ayahmu! Sepuluh kalimat pun tidak mengapa.”
Rasulullah (s.a.w.) bersabda:
“Kalian mengatakan ‘la ilaha illallah’ dan kalian melepaskan apa saja yang kalian sembah selain Allah.”
Tokoh-tokoh Quraisy bertepuk tangan kemudian berkata:
 ”Wahai Muhammad! Apakah engkau ingin menjadikan tuhan-tuhan itu satu saja? Sesungguhnya urusanmu terlalu aneh.”
 Kemudian sebahagian dari pada mereka berkata kepada yang lain:
“Demi Allah! Sesungguhnya lelaki ini (Rasulullah s.a. w.) tidak memberikan apa yang kalian inginkan. Pulanglah dan teruskanlah dengan agama nenek moyang kalian sehingga Allah memutuskan perkara di antara kita dengannya,”
kemudian mereka pun keluar dari rumah Abu Talib.”

Pada Bab  Harapan Rasulullah (s.a. w.) Terhadap KeIslaman Abu Talib tertulis seperti berikut pada kitab yang sama :
Abu Talib berkata kepada Rasulullah (s.a.w.):
“Demi Allah, wahai anak saudaraku! Aku tidak melihatmu meminta sesuatu yang berat dari mereka.”
Ketika Abu Talib berkata demikian, Rasulullah (s.a.w.) mengharapkan keIslaman beliau. Baginda berkata kepada Abu Talib:
 ”Wahai bapa saudaraku! Ucapkan satu kalimat, maka dengan kalimat tersebut engkau berhak mendapat syafaatku pad a hari kiamat”
KetikaAbu Talib melihat kesungguhan Rasulullah (s.a. w.) terhadap dirinya, dia berkata:
 ”Wahai anak saudaraku, demi Allah! Kalaulah tidak kerana kekhuatiranku terhadap kecaman yang menimpamu dan menimpa anak-anak ayahmu sepeninggalanku dan kaIaulah tidak kerana kekhuatiranku terhadap tuduhan kaum Quraisy bahawa aku mengucapkannya kerana takut mati, nescaya aku ucapkan kalimat terse but Aku tidak akan mengucapkannya melainkan untuk menggembirakanmu.”
 Sewaktu ajaI Abu Talib semakin dekat, aI-Abbas melihatnya menggerak-gerakkan dua bibir lalu dia pun cuba mendengamya dengan telinga. Al-Abbas berkata kepada Rasulullah (s.a.w.):
“Wahai anak saudaraku, Demi Allah! Sesungguhnya saudaraku telah mengucapkan kaIimat yang engkau perintahkan itu.”
Rasulullah (s.a. w.) bersabda:
“Aku tidak mendengarnya.”

Demikian catitan sejarah , sesungguhnya kepada Allah kita pohon hidayah petunjuk.
Abu Redza
Sayings of Wisdom attributed to:    Imam Ali (A.S.)
 1.During civil disturbance adopt such an attitude that people do not attach any importance to you - they neither burden you with complicated affairs, nor try to derive any advantage out of you.
 2.He who is greedy is disgraced; he who discloses his hardship will always be humiliated; he who has no control over his tongue will often have to face discomfort.
 3.Avarice is disgrace; cowardice is a defect; poverty often disables an intelligent man from arguing his case; a poor man is a stranger in his own town; misfortune and helplessness are calamities; patience is a kind of bravery; to sever attachments with the wicked world is the greatest wealth; piety is the best weapon of defence.
 4.Submission to Allah's Will is the best companion; wisdom is the noblest heritage; theoretical and practical knowledge are the best signs of distinction; deep thinking will present the clearest picture of every problem.
5.The mind of a wise man is the safest custody of secrets; cheerfulness is the key to friendship; patience and forbearance will conceal many defects.

 6.A conceited and self-admiring person is disliked by others; charity and alms are the best remedy for ailments and calamities; one has to account in the next world for the deeds that he has done in this world.
7.Man is a wonderful creature; he sees through the layers of fat (eyes), hears through a bone (ears) and speaks through a lump of flesh (tongue).
8.Live amongst people in such a manner that if you die they weep over you and if you are alive they crave for your company.
 9.If you overpower your enemy, then pardon him by way of thankfulness to Allah, for being able to subdue him.
10.Unfortunate is he who cannot gain a few sincere friends during his life and more unfortunate is the one who has gained them and then lost them (through his deeds).
 11.When some blessings come to you, do not drive them away through thanklessness.
12.He who is deserted by friends and relatives will often find help and sympathy from strangers.
 13.Every person who is tempted to go astray, does not deserve punishment.
14.Our affairs are attached to the destiny decreed by Allah, even our best plans may lead us to destruction.
15.There is a tradition of the Holy Prophet "With the help of hair-dye turn old age into youth so that you do not resemble the Jews". When Imam Ali was asked to comment on this tradition, he said that in the early stage of Islam there were very few Muslims. The Holy Prophet advised them to look young and energetic and not to adopt the fashion of the Jews (priest) having long, white flowing beards. But the Muslims were not in minority then, theirs was a strong and powerful State, they could take up any style they liked.
16.For those who refused to side with any party, Imam Ali or his enemies, Imam Ali said: They have forsaken religion and are of no use to infidelity also.
17.One who rushes madly after inordinate desire, runs the risk of encountering destruction and death.
 18.Overlook and forgive the weaknesses of the generous people because if they fall down, Allah will help them.
 19.Failures are often the results of timidity and fears; disappointments are the results of bashfulness; hours of leisure pass away like summer-clouds, therefore, do not waste opportunity of doing good.
 20.If the right usurped from us is given back to us we shall take it, otherwise we shall go on claiming it.
 21.If someone's deeds lower his position, his pedigree cannot elevate it.
22.To render relief to the distressed and to help the oppressed make amends for great sins.
23.O son of Adam, when you see that your Lord, the Glorified, bestows His Favors on you while you disobey Him, you should fear Him (take warning that His Wrath may not turn those very blessings into misfortunes).
24.Often your utterances and expressions of your face leak out the secrets of your hidden thoughts.
SOLAWAT

SOLAWAT

No comments:

Post a Comment