Monday, 23 July 2012

Bersama Penarik Beca di Bulan Puasa



Doa Bulan Ramadhan

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

اللَّهُمَّ أَدْخِلْ عَلَى أَهْلِ الْقُبُوْرِ السُّرُوْرَ، اَللَّهُمَّ أَغْنِ كُلَّ فَقِيْرٍ، اَللَّهُمَّ أَشْبِعْ كُلَّ جَائِع، اَللَّهُمَّ اكْسُ
 كُلَّ عُرْيَانٍ، 
اَللَّهُمَّ اقْضِ دَيْنَ كُلِّ مَدِيْنٍ، اَللَّهُمَّ فَرِّجْ عَنْ كُلِّ مَكْرُوْبٍ، اَللَّهُمَّ رُدَّ كُلَّ غَرِيْبٍ،اَللَّهُمَّ فُكَّ كُلَّ أَسِيْر،
 اَللَّهُمَّ 
أَصْلِحْ كُلَّ فَاسِدٍ مِنْ أُمُوْرِ الْمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ اشْفِ كُلَّ مَرِيْضٍ، اَللَّهُمَّ سُدَّ فَقْرَنَا بِغِنَاكَ، اَللَّهُمَّ
 غَيِّرْ سُوْءَ

حَالِنَا بِحُسْنِ حَالِكَ، ٍ اَللَّهُمَّ اقْضِ عَنَّا الدَّيْنَ وَ أَغْنِنَا مِنَ الْفَقْرِ، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ

Ya Allah, masukkanlah kebahagiaan kepada penghuni kubur. Ya Allah, kayakanlah setiap orang yang fakir. Ya Allah, kenyangkanlah setiap orang yang lapar. Ya Allah, kenakanlah pakaian kepada setiap yang telanjang. Ya Allah, lunasilah utang setiap orang yang berutang. Ya Allah, bebaskanlah setiap orang yang menderita. Ya Allah, kembalikanlah setiap orang yang terasing. Ya Allah, bebaskanlah setiap tawanan. Ya Allah, perbaikilah setiap kerusakan di tengah-tengah persoalan Muslimin. Ya Allah, sembuhkanlah setiap orang yang sakit. Ya Allah, tutupilah kemiskinan kami dengan kekayaan-Mu. Ya Allah, ubahlah keadaan kami yang buruk dengan keadaan-Mu yang indah. Ya Allah, permudahlah kami membayar utang-utang kami, dan cukupkanlah kefakiran kami. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu. (Doa Nabi saw setiap selesai salat fardu di bulan Ramadan berdasarkan riwayat Syekh Kaf’ami dalam Al-Balad al-Amin dan Al-Mishbah)

Mukadimah

Rasulullah saw diriwayatkan pernah bersabda, “Barangsiapa berdoa dengan doa ini pada bulan Ramadan seusai salat fardu, dosanya (dzunub) akan diampuni hingga Hari Pembalasan.” (Allamah Majlisi, Bihar al-Anwar, jil.95, hal.120, bab 6)
Doa bukan sekadar ucapan lisan belaka, melainkan “sebuah ungkapan keperluan yang sejati”, yang pada umumnya terwujud dalam permohonan lisan. Apabila tidak ada kesesuaian antara “pernyataan keperluan dalam hati” dan “pernyataan lisan”, doa akan kehilangan ”roh”-nya.
Dengan pandangan di atas, kita menganggap bahwa “pernyataan hasrat yang menginginkan kebaikan setiap umat manusia” merupakan “keperluan fitrah” setiap manusia yang memiliki jiwa yang suci.
Keperluan ini muncul karena setiap manusia yang lahir ke dunia ini dilengkapi oleh sifat Allah Yang Mahakuasa, yang salah satunya adalah sifat “sayang” kepada semua makhluk. Karena itulah secara fitrah, setiap manusia selalu menginginkan kebaikan bagi setiap manusia lainnya. Masalahnya, banyak dari kita yang tidak memiliki kualitas manusia semacam ini disebabkan terpisahnya kita dari lingkungan Sang Pencipta Yang Penuh Cinta Kasih.
Apabila kita ingin menjadi manusia dengan kualitas tersebut, kita harus melakukan pembersihan diri dari segala dosa dan cinta dunia materi yang menghalangi kita untuk meraih kesucian jiwa. Apabila kita telah mampu melakukan pembersihan diri ini dan berhasil meraih kesempurnaan spiritual yang “menginginkan kebaikan bagi yang lainnya” serta kemudian mewujudkannya ke dalam untaian doa, permohonan doa kita akan sangat bermakna dan kebaikan doa tersebut akan bermanfaat bagi diri kita sendiri.
Namun demikian, bagi orang-orang yang belum bisa mencapai tingkatan spiritual pada tahap tersebut sebaiknya tidak merasa putus asa dan harus terus mengucapkan doa semacam itu dengan perenungan. Apabila permohonan doa kebaikan itu dimaksudkan hanya boleh dilakukan oleh orang-orang yang berhasil meraih kesempurnaan jiwa, Nabi Muhammad saw tidak akan mengajarkannya kepada semua orang. Karena itu, kita harus selalu berusaha mengucapkan doa tersebut dengan perenungan dan perubahan. Jika seseorang telah menanamkan pemikiran agung yang terkandung dalam doa tersebut pada dirinya sendiri, niscaya dia akan betul-betul bangun dari tidur nyenyaknya dan mengubah hidupnya.
Di bulan yang penuh rahmat ini, ketika kasih sayang Yang Maha Pengasih terus mengalir tiada habisnya, marilah kita memohon kepada Allah Swt dengan penuh kerendahan hati supaya kita dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang mengucapkan permohonan doa mulia tersebut sebagai perwujudan dari jiwa fitrah kita.

1. Ulasan Bait Doa Pertama


اَللَّهُمَّ أَدْخِلْ عَلَى أَهْلِ الْقُبُوْرِ السُّرُوْرَ

Allahumma adkhil ‘ala ahlil qubûrissurûr

Ya Allah, masukkanlah kebahagiaan kepada penghuni kubur

Doa dan Hukum Kausalitas (Sebab-Akibat)

Doa adalah sarana untuk mencapai tujuan akhir seseorang. Hukum universal kausalitas juga menunjukkan bahwa kita memang harus mencari pertolongan dari Sebab Utama, yakni Allah Yang Mahakuasa. Dengan demikian, dalam kondisi ketika segala sesuatu itu bisa diperoleh dengan cara-cara alamiah sesuai hukum alam, manusia tetap tidak bisa beranggapan bahwa dirinya tidak perlu permohonan doa.
Di sisi lain, sebagian orang boleh jadi beranggapan bahwa permohonan doa saja sudah cukup sehingga tidak perlu menyertainya dengan usaha untuk mencapai tujuan. Tentu saja, pandangan ini jelas-jelas sangat keliru dan jahil karena Allah Yang Mahakuasa telah menetapkan sistem hukum sebab-akibat dan menganjurkan kepada umat manusia agar bekerja sesuai hukum tersebut demi tujuan akhirnya yang mulia. Sabda Imam Ja’far Shadiq as menguatkan hal ini,  “Allah tidak mengizinkan segala sesuatu terjadi kecuali melalui sebab-sebabnya; maka Dia menetapkan sebuah sebab untuk setiap hal.” (Majlisi, Bihar al-Anwar, jil.2, hal.90.)

Berusaha Memasukkan Kebahagiaan kepada Mereka yang Telah Wafat

Selanjutnya, setiap pendoa yang telah mengerti hukum sebab-akibat pasti akan mencari tahu sebab-sebab “tertanamnya kebahagiaan sejati pada roh-r0h para penghuni kubur”, selain doa untuk para penghuni kubur tersebut. Riwayat-riwayat suci dalam agama kita (yang sebenarnya merupakan perluasan dari kitab suci) menjelaskan tentang bagaimana cara membahagiakan orang yang telah meninggal dunia. Berikut ini riwayat-riwayat yang patut direnungkan:
1. Imam Ja’far Shadiq as ditanya, ”Mungkinkah mendoakan orang yang telah mati?” Beliau menjawab, ”Ya,” dan beliau menambahkan, “Sungguh, orang yang telah meninggal bersuka ria apabila ia dikasihani dan ampunan dicarikan untuknya, sebagaimana orang yang menerima hadiah ketika hidup.” (Mulla Faidh Kasyani, Al-Mahajjat al-Baydha’, jil.8, hal.292.)
2. Rasulullah saw pernah melintas di dekat makam seseorang yang baru kemarin dimakamkan. Beliau melihat keluarga orang itu tengah meratapi kematiannya. Melihat hal ini, Baginda saw bersabda, “Salat dua rakaat yang kalian anggap tidak berarti apa-apa jauh lebih disukai oleh penghuni kubur ini daripada seluruh dunia kalian.” (Tanbih al-Khawatir, hal.453)
3. Diriwayatkan pula bahwa Rasulullah saw pernah bersabda, “Sesungguhnya hadiah (dari orang yang hidup) untuk orang yang telah meninggal adalah doa dan istigfar (memintakan ampunan untuk dosa-dosa orang yang telah mati tersebut).” (Mulla Faidh Kasyani, Al-Mahajjat al-Baydha’, jil.8, hal.291)
4. Imam Ali Ridha as diriwayatkan pernah berkata, “Barangsiapa dari hamba-hamba Tuhan yang berziarah ke makam orang yang beriman dan mengucapkan Inna anzalnahu fi laylati’l qadr (yakni membaca surah al-Qadr) sebanyak tujuh kali, maka Allah akan mengampuninya dan juga penghuni kubur itu (yang diziarahi).” (Sayid Yusuf Ibrahimiyan Amuli, Armaghan_e Asman, hal.541; Syekh Shaduq, Man La Yahdhuruh al-Faqih, jil.1, hal.181)
5. Rasulullah saw diriwayatkan pernah bersabda, “Barangsiapa melewati kuburan dan mengucapkan Qul Huwallahu Ahad (yakni, surah al-Ikhlas) sebanyak sebelas kali dan memberikan pahalanya kepada orang yang telah mati, maka ia akan diberi pahala yang setara dengan jumlah orang yang mati itu.” (Haji Mirza Husain Nuri Thabrasi, Mustadrak al-Wasa’il, jil.2, hal.483)
6. Imam Ja’far Shadiq as diriwayatkan pernah berkata, “Salat, puasa, haji, sedekah, perbuatan baik dan doa sampai kepada orang yang meninggal di kuburannya dan pahalanya dituliskan untuk orang yang menunaikannya dan orang yang telah meninggal itu.” (Syekh Muhammad bin Hasan Hurr Amili, Wasa’il al-Syi’ah ila Tahsili Masa’il al-Syari’at, jil.8, hal.279.]
7. Imam Ja’far Shadiq as diriwayatkan pernah bersabda, “Barangsiapa di antara orang-orang muslim yang melakukan perbuatan baik untuk orang yang telah meninggal dunia, maka Allah memberinya pahala yang berlipat ganda dan Allah menjadikan orang yang meninggal itu juga mendapatkan manfaat yang sama.” (Ibid.)
Karenanya, apabila kita hendak berdoa untuk orang yang telah meninggal dunia supaya diberi kebahagiaan di alam barzakh, kita harus berusaha keras melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat memberikan kebahagiaan bagi orang yang telah meninggal itu dan berdoa dengan rendah hati kepada Allah Yang Mahakuasa supaya menerima segala amal perbuatan kita tadi.
Almarhum Ayatullah Syahabuddin Mar’asyi dalam wasiat terakhirnya memberikan nasihat yang membakar semangat kepada putra beliau. Salah satu nasihatnya adalah:
“Aku menasihatinya (putraku) supaya membaca Kitab Suci al-Quran dan mengirimkan pahalanya kepada roh-roh para pengikut Ahlulbait Rasulullah saw yang tidak punya keturunan.” (Wasiyyatname_ye Ayatullah al-‘Uzhma Mar’ashi)”
Karena itulah, di bulan suci yang penuh kasih ini, janganlah kita melupakan para penghuni kubur, termasuk orang-orang yang tidak kita kenal. Marilah kita juga berdoa untuk para penghuni kubur yang kufur (tidak beriman), yang secara lahiriahnya tidak beriman namun sesungguhnya mengakui keesaan Allah dan menjadi muslim menjelang kematian mereka.
Dalam Chehl Hadith (Empat Puluh Hadis), Almarhum Imam Khomeini (semoga Allah memuliakan roh beliau) menyampaikan pemikiran dari guru beliau, yakni Ayatullah Syahabadi, dalam pembahasan irfan. Imam Khomeini berkata:
“Syekh kita, seorang arif sempurna (yakni Ayatullah Syahabadi)—semoga jiwaku menjadi tebusannya—biasa mengatakan, ’Jangan pernah memohonkan laknat atas siapa pun, meskipun dia adalah seorang yang kafir karena kamu tidak tahu bagaimana dia membuat tempat transitnya (alam kubur) dari dunia ini menuju (kehidupan) selanjutnya, kecuali jika seorang wali (orang suci) memberitahumu tentang keadaannya setelah kematian. Karena, boleh jadi dia telah meraih keimanan sebelum tiba saat kematian. Karena itu, biarlah laknatmu menjadi suatu gambaran umum (tidak khusus ditujukan pada seseorang).’” (Imam Khomeini, Chehl Hadith, hadis ke-28)
Imam Khomeini juga berkata di tempat lain:
“Guru besar kita, seorang arif sempurna, Syah Abadi, biasa berkata, ’Jangan meremehkan sekalipun seorang yang kafir di hatimu. Mungkin saja hidayah ketuhanan dari fitrahnya telah membimbingnya pada keimanan sedangkan makian dan penghinaanmu boleh jadi justru membawamu menuju kehidupan yang menyedihkan di akhirat. Tentu saja, tindakan amar makruf nahi mungkar (melakukan kebaikan dan mencegah kemungkaran) adalah sesuatu yang berbeda dengan perasaan jijik dalam hati.’ Bahkan beliau ingin menyampaikan, ’Jangan pernah melaknat orang-orang yang tidak beriman karena tidak diketahui apakah mereka meninggalkan dunia ini dalam keadaan tidak beriman. Jika mereka meninggalkan dunia ini sebagai hamba-hamba Tuhan di jalan yang benar, maka perbaikan spiritual mereka boleh jadi menjadi penghalang bagi kemajuan spiritualmu sendiri.’”
Dengan demikian, apabila kita sedang berdoa, seyogianya kita memantapkan diri untuk melakukan perbuatan baik demi umat muslim yang telah meninggal dunia dan mendoakan kebahagiaan mereka di alam kubur.[]


Sheikh Sankoh, Head of France Sunni Muftis Embraces Shia Islam
(http://en.shiapost.com/?p=4750)


(ABNA) A top French Sunni mufti, Sheikh Sankoh, was very impressed with his visit to the holy city of Karbala. When asked on his impression on Shia Islam, he said that Karbala and Imam Hussain (as) are amazing discoveries for him. He said now he has discovered (in Karbala) the reality of Shia Islam.

Sunni mufti and head of the Sunni scholars in France have embraced Shia Islam at the age of 68 years old. He stated that at the age of 68 he is very unfortunate to have being in complete coma about Shia Islam.

Sheikh Sankoh Muhammadi is the imam (prayer leader) and head of the Fatwa Center and head of the Sunni scholars in France. Sheikh Sankoh Muhammadi is originally from Cameroon and have spent 43 years in France and holds french citizenship.he is very popular for the number of mosques he has built. Sheikh Sankoh visited the holy city of Karbala recently.

He and Sheikh Walid al-Baaj (a Shia scholar) dialogued in the presence of a Tunisian researcher Muhammad Saleh al-Hinshir who acted as translator from Arabic to french.

Sheikh Sankoh was very impressed with his visit to the holy city of Karbala. When asked on his impression on Shia Islam, he said that Karbala and Imam Hussain (as) are amazing discoveries for him. He said now he has discovered (in Karbala) the reality of Shia Islam. He said his discovery of Shia Islam liberated his brain, senses and he has become a free human being. He also stated that what he has discovered is incumbent upon him to propagate it to the world that is veiled from this truthful reality.

He stated he was in total coma about Shia Islam and at age 68, that is very unfortunate. But now he shall become a soldier for ‘Tashayyu’ (propagating Shia Islam) to the world and they should inform Ayatollah Sayyed Ali Sistani (Iraq’s most senior and prominent Shia Muslim scholar) about his plan.

He stated that now he has found true Islam as he shed tears visiting the (burial sites) of the Ahlul-Bayt of the Prophet (sa) in Iraq. He said that the Ahlul-Bayt (as) of Prophet Muhammad (sa) have been concealed from the eyes of Muslims and he visited the holy city of Madina (Saudi Arabia) and did not find them there until he has discovered who they are in Karbala.

He was adviced to read and research more about Shia Islam in order to spread the message of true Islam to the world. He replied by saying that he is in need of more books and literature in the french language for him to propagate the message.
Mufti Ahlusunnah Perancis masuk Syiah
Mufti Ahlusunnah Perancis terima pegangan Syiah

Malangnya sehingga berusia 68 tahun saya masih tidak kenal Syiah , sekarang saya rasa gembira. Sebelum ini saya bermusafir ke Madinah tetapi masih belum kenal Syiah dan Ahlul Bait (a.s) sehinggalah melawat Karbala. Mereka menyembunyikan Ahlul Bait di Madinah namun hari ini saya telah menemukannya.
 




Agensi Berita Ahlul Bait (ABNA.co) - Syeikh Sankoh Muhammadi, mufti serta imam masjid Ahlusunnah Perancis telah menerima Syiah sebagai mazhabnya setelah bermusafir ke Iraq. Beliau yang terkenal dengan terkenal dengan pengasasan beberapa masjid, berasal dari negara Cameroon telah menjadi rakyat Perancis setelah 43 tahun menetap di sana.
Syeikh Sankoh baru-baru ini telah melawat kota Karbala. Beliau sering berdialog dengan Syeikh Walid Al-Baaj (ulama Syiah) dengan kehadiran penyelidik Tunisia, Muhamad Saleh al-Hinshir yang menjadi penterjemah bahasa Arab ke bahasa Perancis.
Mufti Ahlusunnah ini menyatakan rasa senang hati atas lawatannya ke Karbala. Ketika ditanya tentang perasaannya terhadap Syiah, beliau menyatakan rasa ajaib ketika menyelidik tentang mazhab tersebut. Kata beliau, meneliti Syiah membuatkan pemikirannya semakin bebas dan berlogika sebagaimana seorang manusia yang merdeka. Menurutnya lagi sudah menjadi tanggungjawab beliau untuk menyebarkan realiti kebenaran ke seluruh dunia.
Turut beliau luahkan ialah perasaan kesal kerana setelah berusia 68 tahun barulah berkenalan dengan Syiah. Sekarang tanggung jawab yang disandangnya ialah menjadi seorang pendakwah Syiah.
Menceritakan pengalaman ketika berada di permakaman Ahlul Bait di Baqi’, katanya air mata beliau menitis setelah mengetahui kebenaran Islam. Kebenaran tersebut terungkap hanya ketika menyelidik di kota Karbala sedangkan beliau tidak pernah menemuinya ketika berada di Madinah.
Beliau turut meninggalkan pesanan kepada masyarakat awam supaya membanyakkan pembacaan dan penyelidikan untuk menyebarkan pesanan Islam yang sebenar ke seluruh dunia. Hingga saat ini beliau tekun belajar bahasa Perancis untuk menyebarkan mesejnya.



TQ Penarik Beca moga Sihat Wal-Afiat
& Mamnun ICC ,Abna

1 comment:

  1. Tak yah la boh nama saya, Ustaz. Ni satu lagi link bagus

    http://www.youtube.com/watch?v=rLN4NWd15kA

    ReplyDelete