SAYEMBARA KEGHAIBAN CINTA ZAHRA
di kota Madinah tiada lagi UMMU ABIIHA
cahaya mata Mustofa dan Khadijah, puteri Rasulillah
Ya Rasulallah jiwaku..ya Rahmatallilaalaamiin..Habibuna 2x
..........................Ya Zahra Ya Zahra Ya Zahra Ya Zahra
di padang Karbalaa kering kontang tiada yang bernyawaa
di sana terdampar tubuh sucii,jasad tak berkepaalaa
Ya Hussein Ya Tsarallah Ya Hussein Ya Tsarallah2x
Ya Rasulallah jiwaku Ya Rahmatallilaalaamiin2x
di bumi Khorasan Abal Hassan jauh di perantauan
salam perpisahan penuh duka ratapan dan tangiisaan
Zomene Ohu Reza Zomene Ohu Reza2x
Ya Rasulallah jiwaku ya Rahmatallilaalaamiin2x
TAKZIAH SHAHADAH SAYYIDATUNA FATIMAH ZAHRA a.s 3 JAMADILAKHIR
Ayatullah Subhani Menjawab Syubhat Wahabi
|
Menurut Kantor Berita ABNA, berikut penjelsan Ayatullah al Uzhma Ja'far Subhani salah seorang ulama marja taqlid Syiah yang juga banyak bergelut dengan wacana ikhtilaf Sunni-Syiah dan telah banyak menghasilkan karya-karya untuk menjawab syubhat dan tudingan negatif yang dilontarkan sekte Wahabi terhadap keyakinan mazhab Ahlul Bait. Berikut diantaranya.
Syubhat:
Dikatakan dalam fiqh Syiah, perempuan tidak menerima warisan tanah, lantas bagaimana bisa dikatakan Sayyidah Fatimah as menerima warisan berupa tanah Fadak dari ayahnya Rasulullah Saw?
Jawaban:
Syubhat tersebut sama halnya dengan mengatakan, Khasan dan Khusain, adalah dua anak perempuan Muawiyah. Pertama, yang benar bukan Khasan dan Khusain melainkan Hasan dan Husain. Kedua, mereka bukan anak Muawiyah melainkan anak Imam Ali bin Abi Thalib. Ketiga, mereka bukan anak perempuan melainkan anak laki-laki. Jadi sebenarnya kesalahan ada pada obyek syubhatnya.
Jika dikatakan, dalam fikih Syiah perempuan tidak menerima warisan tanah. Maka jawabannya, yang pertama, fikih tersebut berkenaan dengan apa yang diwarisi istri dari suaminya. Sayyidah Fatimah as bukanlah istri Nabi Saw melainkan puteri beliau. Dan baik anak laki-laki maupun perempuan mempunyai hak untuk mendapatkan warisan dari ayahnya.
Kedua, Fadak itu bukan tanah warisan. Melainkan tanah pemberian Rasulullah Saw sewaktu beliau masih hidup kepada putrinya. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat, ( وآت ذا القربى حقه والمسکین وابن السبیل ولا تبذر تبذیراً , maka Rasulullah Saw memberikan tanah Fadak yang merupakan harta rampasan perang tersebut kepada putrinya. Maka sejak itu tanah Fadak dikelola oleh orang-orang yang dipekerjakan oleh Sayyidah Fatimah as. Namun kemudian hanya oleh satu hadits majhul (tidak dikenal) «نحن معاشر الأنبیاء لا نورث» tanah Fadak tersebut diambil alih oleh Khalifah pertama, dan dimasa Khalifah Utsman di kelola oleh keluarga Marwan.
Syubhat:
Dikatakan dalam tarikh Islam, bahwa Imam Ali as adalah seorang pemberani, pejuang Islam yang gagah berani, yang banyak menumbangkan musuhnya diberbagai medan jihad. Lantas apakah pantas sang jagoan ini berdiam diri saja melihat istrinya diperlakukan tidak hormat?
Jawaban:
Tidak terpungkiri Imam Ali adalah seorang pemberani dan pemenang dalam berbagai laga tanding dengan jagoan-jagoan dari kalangan kafir Qurays dan para musuh. Beliau adalah satu-satunya sosok yang disebut Nabi Saw dalam perang Khandak sebagai seseorang yang sekali sabetan pedangnya lebih baik dari ibadah siang malam.(1). Namun mengenai berbagai peristiwa diawal-awal kepergian Rasulullah, Imam Ali as diperhadapkan pada kondisi beliau harus mendahulukan kesabarannya dibanding ketangguhannya dalam bertarung. Jika Imam Ali as memilih untuk melawan dan bertarung dengan kelompok yang melakukan penyerangan terhadap rumahnya dan melakukan tindakan tidak layak kepada istrinya, maka bisa dipastikan akan terjadi perang saudara dalam tubuh Islam. Sementara Daulah Islam saat itu membutuhkan penopang untuk menghindari keruntuhannya dengan wafatnya Rasulullah Saw. Kaum muslimin yang bermukim di luar Madinah jika mengetahui terjadinya konflik dan pertumpahan darah diantara tokoh pembesar Islam maka memungkinkan iman mereka terhadap Islam goyah dan sangat besar kemungkinannya mereka akan murtad. Untuk kemaslahatan umat Islam itulah, imam Ali lebih memilih untuk bersabar dan menang atas kendali amarahnya.
Ini dibuktikan dengan ucapan mulia Amirul Mukminin as mengenai kejadian tersebut, "Saya bersumpah demi Alah, Apabila tidak mencegah kondisi perpecahan dan perselisihan, maka sebuah hantaman akan mengenai Islam yang tidak ada satu musibah pun lebih besar dari hal itu." (2)
Bisa dibayangkan, jika Daulah Islam yang masih berusia muda kala itu sedang terlibat dalam perang saudara karena Imam Ali as bersikeras mempertahankan haknya, sementara musuh-musuh Islam baik dari dalam maupun dari luar, siap menggerogoti dan menghantam Islam, maka bisa dipastikan, tidak ada dalam sejarah umat Islam mampu menaklukkan Romawi dan Persia. Dengan alasan ini pula, Imam Ali as lebih memilih berdamai dan turut mengambil peran penting dalam pemerintahan khalifah sebelumnya yang telah dibaiat mayoritas kaum muslimin.
Jadi tepat, jika dikatakan Imam Ali as adalah pemberani, sebab beliau telah membuktikan keberaniannya dalam mengendalikan nafsu dan kemampuannya yang hebat dalam mengendalikan diri untuk kemaslahatan yang lebih besar.
Wallahu ta'ala 'alam
(1). Tarikh Damsyik, jilid 1, hal 155. Al Dur al Mantsur, jilid 5 hal, 192.
(2). Nahjul Balaghah Surat ke 62.
Syubhat:
Dikatakan dalam fiqh Syiah, perempuan tidak menerima warisan tanah, lantas bagaimana bisa dikatakan Sayyidah Fatimah as menerima warisan berupa tanah Fadak dari ayahnya Rasulullah Saw?
Jawaban:
Syubhat tersebut sama halnya dengan mengatakan, Khasan dan Khusain, adalah dua anak perempuan Muawiyah. Pertama, yang benar bukan Khasan dan Khusain melainkan Hasan dan Husain. Kedua, mereka bukan anak Muawiyah melainkan anak Imam Ali bin Abi Thalib. Ketiga, mereka bukan anak perempuan melainkan anak laki-laki. Jadi sebenarnya kesalahan ada pada obyek syubhatnya.
Jika dikatakan, dalam fikih Syiah perempuan tidak menerima warisan tanah. Maka jawabannya, yang pertama, fikih tersebut berkenaan dengan apa yang diwarisi istri dari suaminya. Sayyidah Fatimah as bukanlah istri Nabi Saw melainkan puteri beliau. Dan baik anak laki-laki maupun perempuan mempunyai hak untuk mendapatkan warisan dari ayahnya.
Kedua, Fadak itu bukan tanah warisan. Melainkan tanah pemberian Rasulullah Saw sewaktu beliau masih hidup kepada putrinya. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat, ( وآت ذا القربى حقه والمسکین وابن السبیل ولا تبذر تبذیراً , maka Rasulullah Saw memberikan tanah Fadak yang merupakan harta rampasan perang tersebut kepada putrinya. Maka sejak itu tanah Fadak dikelola oleh orang-orang yang dipekerjakan oleh Sayyidah Fatimah as. Namun kemudian hanya oleh satu hadits majhul (tidak dikenal) «نحن معاشر الأنبیاء لا نورث» tanah Fadak tersebut diambil alih oleh Khalifah pertama, dan dimasa Khalifah Utsman di kelola oleh keluarga Marwan.
Syubhat:
Dikatakan dalam tarikh Islam, bahwa Imam Ali as adalah seorang pemberani, pejuang Islam yang gagah berani, yang banyak menumbangkan musuhnya diberbagai medan jihad. Lantas apakah pantas sang jagoan ini berdiam diri saja melihat istrinya diperlakukan tidak hormat?
Jawaban:
Tidak terpungkiri Imam Ali adalah seorang pemberani dan pemenang dalam berbagai laga tanding dengan jagoan-jagoan dari kalangan kafir Qurays dan para musuh. Beliau adalah satu-satunya sosok yang disebut Nabi Saw dalam perang Khandak sebagai seseorang yang sekali sabetan pedangnya lebih baik dari ibadah siang malam.(1). Namun mengenai berbagai peristiwa diawal-awal kepergian Rasulullah, Imam Ali as diperhadapkan pada kondisi beliau harus mendahulukan kesabarannya dibanding ketangguhannya dalam bertarung. Jika Imam Ali as memilih untuk melawan dan bertarung dengan kelompok yang melakukan penyerangan terhadap rumahnya dan melakukan tindakan tidak layak kepada istrinya, maka bisa dipastikan akan terjadi perang saudara dalam tubuh Islam. Sementara Daulah Islam saat itu membutuhkan penopang untuk menghindari keruntuhannya dengan wafatnya Rasulullah Saw. Kaum muslimin yang bermukim di luar Madinah jika mengetahui terjadinya konflik dan pertumpahan darah diantara tokoh pembesar Islam maka memungkinkan iman mereka terhadap Islam goyah dan sangat besar kemungkinannya mereka akan murtad. Untuk kemaslahatan umat Islam itulah, imam Ali lebih memilih untuk bersabar dan menang atas kendali amarahnya.
Ini dibuktikan dengan ucapan mulia Amirul Mukminin as mengenai kejadian tersebut, "Saya bersumpah demi Alah, Apabila tidak mencegah kondisi perpecahan dan perselisihan, maka sebuah hantaman akan mengenai Islam yang tidak ada satu musibah pun lebih besar dari hal itu." (2)
Bisa dibayangkan, jika Daulah Islam yang masih berusia muda kala itu sedang terlibat dalam perang saudara karena Imam Ali as bersikeras mempertahankan haknya, sementara musuh-musuh Islam baik dari dalam maupun dari luar, siap menggerogoti dan menghantam Islam, maka bisa dipastikan, tidak ada dalam sejarah umat Islam mampu menaklukkan Romawi dan Persia. Dengan alasan ini pula, Imam Ali as lebih memilih berdamai dan turut mengambil peran penting dalam pemerintahan khalifah sebelumnya yang telah dibaiat mayoritas kaum muslimin.
Jadi tepat, jika dikatakan Imam Ali as adalah pemberani, sebab beliau telah membuktikan keberaniannya dalam mengendalikan nafsu dan kemampuannya yang hebat dalam mengendalikan diri untuk kemaslahatan yang lebih besar.
Wallahu ta'ala 'alam
(1). Tarikh Damsyik, jilid 1, hal 155. Al Dur al Mantsur, jilid 5 hal, 192.
(2). Nahjul Balaghah Surat ke 62.
Ayatullah Makarim Shirazi:
Sayidah Fatimah as Berusia Singkat Namun Sarat dengan Ketauladanan
|
Menurut Kantor Berita ABNA, Ayatullah al Uzhma Makarim Shirazi dalam majelis duka memperingati hari syahadah putri kecintaan Rasulullah Saw Sayyidah Fatimah az Zahra as di Madrasah Amirul Mukimin as yang berlangsung ahad (14/4) pada penyampaian ceramahnya mengatakan, "Hadhrat Sayyidah Fatimah az Zahrah dengan usianya yang singkat di dunia ini namun memberikan banyak pencerahan dan pelajaran bagi kehidupan umat manusia"
"Demikian pula Hadhrat Ali Asghar as, juga salah satu contoh manusia terbaik didunia ini yang hanya dalam usia yang teramat singkat namun menjadi suri tauladan sepanjang sejarah umat manusia. Untuk mengenang kesyahidan manusia-manusia suci tersebutlah kita mengadakan majelis duka ini, yang terselenggara hampir diseluruh penjuru dunia, dimana ada pecinta Ahlul Bait, maka disitu ada majelis duka. Hadhrat Muhsin, putra Sayyidah Fatimah as yang meskipun belum sempat terlahir di dunia, juga merupakan sosok tauladan sepanjang masa bagi para pecinta Ahlul Bait. Yang namanya abadi dalam majelis-majelis duka yang akan terus terselenggara." Lanjutnya.
Ulama yang aktif mengajar di Hauzah Ilmiyah Qom Republik Iran tersebut dalam lanjutan ceramahnya mengatakan, "Diantara bukti kecerdasan dan ketinggian ilmu Sayyidah Fatimah as, adalah banyaknya pelajaran kehidupan yang tersampaikan dalam khutbah-khutbah beliau, khususnya khutbah mengenai tanah Fadak. Khutbah tersebut masyhur dikenal dengan khutbah Fadak, meskipun sebenarnya penamaan tersebut tidak tepat, sebab tanah Fadak hanyalah bagian kecil dari yang disinggung Sayyidah Fatimah dalam khutbahnya tersebut. Khutbah tersebut lebih layak disebut dengan khutbah sejarah umat manusia."
"Khutbah Sayyidah Fatimah tersebut memuat pelajaran penting mengenai mari'fatullah (pengenalan mengenai Tuhan), mengenai hari kiamat dan kehidupan akhirat, kenabian, keagungan Al-Qur'an, falsafah ahkam dan furu' agama dan mengenai wilayah (keimamahan). Bayangkan, beliau menyampaikan khutbah yang sarat ilmu dan ma'rifat tersebut dalam usia 18 tahun, bagaimana jika usia beliau mencapai 60 tahun, tidak terbayangkan betapa banyaknya ilmu dan pelajaran yang akan direguk umat manusia dan dimanfaatkan dalam menjalankan kehidupan ini. Bahkan Nahjul Balaghah sekalipun, yang memuat khutbah-khutbah agung Imam Ali as sepanjang 5 tahun, masih belum mampu menandingi muatan ilmu dan hikmah yang terkandung dalam satu khutbah Sayyidah Fatimah az Zahrah tersebut." Paparnya.
"Demikian pula Hadhrat Ali Asghar as, juga salah satu contoh manusia terbaik didunia ini yang hanya dalam usia yang teramat singkat namun menjadi suri tauladan sepanjang sejarah umat manusia. Untuk mengenang kesyahidan manusia-manusia suci tersebutlah kita mengadakan majelis duka ini, yang terselenggara hampir diseluruh penjuru dunia, dimana ada pecinta Ahlul Bait, maka disitu ada majelis duka. Hadhrat Muhsin, putra Sayyidah Fatimah as yang meskipun belum sempat terlahir di dunia, juga merupakan sosok tauladan sepanjang masa bagi para pecinta Ahlul Bait. Yang namanya abadi dalam majelis-majelis duka yang akan terus terselenggara." Lanjutnya.
Ulama yang aktif mengajar di Hauzah Ilmiyah Qom Republik Iran tersebut dalam lanjutan ceramahnya mengatakan, "Diantara bukti kecerdasan dan ketinggian ilmu Sayyidah Fatimah as, adalah banyaknya pelajaran kehidupan yang tersampaikan dalam khutbah-khutbah beliau, khususnya khutbah mengenai tanah Fadak. Khutbah tersebut masyhur dikenal dengan khutbah Fadak, meskipun sebenarnya penamaan tersebut tidak tepat, sebab tanah Fadak hanyalah bagian kecil dari yang disinggung Sayyidah Fatimah dalam khutbahnya tersebut. Khutbah tersebut lebih layak disebut dengan khutbah sejarah umat manusia."
"Khutbah Sayyidah Fatimah tersebut memuat pelajaran penting mengenai mari'fatullah (pengenalan mengenai Tuhan), mengenai hari kiamat dan kehidupan akhirat, kenabian, keagungan Al-Qur'an, falsafah ahkam dan furu' agama dan mengenai wilayah (keimamahan). Bayangkan, beliau menyampaikan khutbah yang sarat ilmu dan ma'rifat tersebut dalam usia 18 tahun, bagaimana jika usia beliau mencapai 60 tahun, tidak terbayangkan betapa banyaknya ilmu dan pelajaran yang akan direguk umat manusia dan dimanfaatkan dalam menjalankan kehidupan ini. Bahkan Nahjul Balaghah sekalipun, yang memuat khutbah-khutbah agung Imam Ali as sepanjang 5 tahun, masih belum mampu menandingi muatan ilmu dan hikmah yang terkandung dalam satu khutbah Sayyidah Fatimah az Zahrah tersebut." Paparnya.
Syamsuri Rifai
Fatimah as adalah salah seorang puteri Rasulullah saw. Ia merupakan wanita yang paling mulia kedudukannya. Kemuliaannya diperoleh sejak menjelang kelahirannya, ketika kelahirannya dibidani oleh 4 wanita suci.
Ketika menjelang kelahirannya ibunda tercintanya Khadijah Al-Khubra as meminta tolong kepada wanita-wanita Qurays tetangganya. Tapi mereka menolaknya sambil mengatakan kepadanya bahwa ia telah mengkhianati mereka mendukung Muhammad. Saat itu ia bingung kepada siapa harus minta tolong untuk melahirkan puteri tercintanya. Saat kebingungan Khadijah as mengatakan: “Aku terkejut luar biasa ketika aku menyaksikan empat wanita yang berwajah cantik dilingkari cahaya, yang sebelumnya aku tidak aku kenal mereka. Mereka mendekatiku, Saat aku dalam keadaan yang cemas, salah seorang dari mereka menyapaku: Aku adalah Sarah ibunda Ishaq; dan yang tiga yang menyertaiku adalah
Maryam ibunda Isa, Asiah puteri Muzahim, dan Ummu Kaltsum saudara perempuan Musa. Kami semuanya diperintahkan oleh Allah untuk mengajarkan ilmu kebidanan kami jika anda bersedia. Sambil mengatakan hal itu, mereka duduk di sekitarku dan memberikan pelayanan sampai puteriku Fatimah as lahir.”
Fatimah as berbicara saat dalam Kandungan
Sejak masih dalam kandungan ibundanya, Fatimah as sering menghibur dan mengajak bicara ibunya. Rasulullah saw bersabda: “Jibril datang kepadaku dengan membawa buah apel dari surga, kemudian aku memakannya lalu aku berhubungan dengan Khadijah lalu ia mengandung Fatimah. Khadijah berkata: “Aku hamil dengan kandungan yang ringan. Ketika engkau keluar rumah janin dalam kandunganku mengajak bicara denganku. Ketika aku akan melahirkan janinku aku mengirim utusan pada perempuan-perempuan Quraisy untuk dapat membantu melahirkan janinku, tapi mereka tidak mau datang bahkan mereka berkata: Kami tidak akan datang untuk menolong isteri Muhammad. Maka ketika itulah datanglah empat perempuan yang berwajah cantik dan bercahaya, dan salah dari mereka berkata: Aku adalah ibumu Hawa’; yang satu lagi berkata: Aku adalah Asiyah binti Muzahim; yang lain berkata: Aku adalah Kaltsum saudara perempuan Musa; dan yang lain lagi berkata: Aku adalah Maryam binti Imran ibunda Isa. Kami datang untuk menolong urusanmu ini. Kemudian Khadijah berkata: Maka lahirlah Fatimah dalam kedaan sujud dan jari-jarinya terangkat seperti orang sedang berdoa.” (Dzakhâir Al-`Uqbâ, halaman 44)
Menjelang usia 5 tahun, Fatimah as ditinggal wafat oleh ibunda tercintanya. Sehingga ia harus menggantikan posisi ibunya, berkhidmat kepada ayahnya, membantu dan menolong Rasululah saw. Sehingga ia mendapat gelar Ummu Abiha (ibu dari ayahnya). Tidak jarang Fatimah as menyaksikan ayahnya disakiti orang-orang kafir Quraisy. Ia menangis saat-saat menyaksikan ayahnya menghadapi ujian yang berat akibat prilaku orang-orang kafir Quraisy. Bahkan tangan Fatimah yang berusia kanak-kanak yang membersihkan kotoran di kepala ayahnya saat melempari Rasulullah saw dengan kotoran.
Fatimah as buah surga dan tidak pernah haid. Aisyah berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: “Ketika aku diperjalankan ke langit, aku dimasukkan ke surga, lalu berhenti di sebuah pohon dari pohon-pohon surga, dan aku tidak melihat yang lebih indah dari pohon yang satu itu, daunnya paling putih, buahnya paling harum. Kemudian aku mendapatkan buahnya lalu aku makan. Buah itu menjadi nuthfah di sulbiku. Setelah aku sampai di bumi aku berhubungan dengan Khadijah kemudian ia mengandung Fatimah. Setelah itu setiap aku rindu bau surga aku mencium bau Fatimah.” (tafsir Ad-Durrul Mantsur tentang surat Al-Isra’: 1; Mustadrak Ash-Shahihayn 3: 156)
Fatimah as digelari Az-Zahra’
Abban bin Tughlab pernah bertanya kepada Imam Ja’far Ash-Shadiq as: Mengapa Fathimah digelari Az-Zahra’? Ia menjawab: “Karena Fathimah as memacanrkan cahaya pada Ali bin Abi Thalib tiga kali di siang hari. Ketika ia melakukan shalat sunnah di pagi hari, dari wajahnya memancar cahaya putih sehingga cahayanya memancar dan menembus ke kamar banyak orang di Madinah dan dinding rumah mereka diliputi cahaya putih. Mereka heran atas kejadian itu, lalu mereka datang kepada Rasulullah saw dan menanyakan apa yang mereka saksikan. Kemudian Nabi saw menyuruh mereka datang ke rumah Fathimah. Lalu mereka mendatanginya, ketika sampai di rumahnya mereka melihat Fathimah sedang shalat di mihrabnya. Mereka melihat cahaya di mihrabnya, cahaya itu memancar dari wajahnya, sehingga mereka tahu bahwa cahaya yang mereka saksikan di rumah mereka adalah cahaya yang terpancar dari wajah Fathimah as.
Ketika Fathimah as melakukan shalat sunnah di tengah hari cahaya kuning memancar dari wajahnya, cahaya itu menembus ke kamar rumah orang banyak, sehingga pakaian dan tubuh mereka diliputi oleh cahaya berwarna kuning. Lalu mereka datang kepada Rasulullah saw dan bertanya tentang apa yang mereka saksikan. Nabi saw menyuruh mereka datang ke rumah Fathimah as, saat itu mereka melihat dia sedang berdiri dalam shalat sunnah di mihrabnya, cahaya kuning itu memancar dari wajahnya pada dirinya, ayahnya, suaminya dan anak-anaknya, sehingga mereka tahu bahwa cahaya yang mereka saksikan itu adalah berasal dari cahaya wajah Fathimah as.
Ketika Fathimah as melakukan shalat sunnah di punghujung siang saat mega merah matahari telah tenggelam wajah Fathimah memancarkan cahaya merah sebagai tanda bahagia dan rasa syukur kepada Allah Azza wa Jalla. Cahaya itu menembus ke kamar orang banyak sehingga dinding rumah mereka memerah. Mereka heran atas kejadian itu. Kemudian mereka datang lagi kepada Rasulullah saw menanyakan kejadian itu. Nabi saw menyuruh mereka datang ke rumah Fathimah as. Ketika sampai di rumah Fathimah mereka melihat ia sedang duduk bertasbih dan memuji Allah, mereka melihat cahaya merah memancar dari wajahnya. Sehingga mereka tahu bahwa bahwa cahaya yang mereka saksikan itu berasal dari cahaya wajah Fathimah as. Cahaya-cahaya itu selalu memancar di wajahnya, dan cahaya itu diteruskan oleh putera dan keturunannya yang suci hingga hari kiamat.” (Bihârul Anwar 43: 11, hadis ke 2)
Fatimah as digelari penghulu semua perempuan
Fatimah as mendapat gelar penghulu semua perempuan (sayyidatu nisâil `alamîn). Aisyah berkata: Fatimah as datang kepada Nabi saw dengan berjalan seperti jalannya Nabi saw. Kemudian Nabi saw mengucapkan: “Selamat datang duhai puteriku.” Kemudian beliau mempersilahkan duduk di sebelah kanan atau kirinya kemudian beliau berbisik kepadanya lalu Fatimah menangis. Kemudian Nabi saw bersabda kepadanya: “Mengapa kamu menangis?” Kemudian Nabi saw berbisik lagi kepadanya. Lalu ia tertawa dan berkata: Aku tidak pernah merasakan bahagia yang paling dekat dengan kesedihan seperti hari ini. Lalu aku (Aisyah) bertanya kepada Fatimah tentang apa yang dikatakan oleh Nabi saw. Fatimah menjawab: Aku tidak akan menceritakan rahasia Rasulullah saw sehingga beliau wafat. Aku bertanya lagi kepadanya, lalu ia berkata: (Nabi saw berbisik kepadaku): “Jibril berbisik kepadaku (Rasulullah saw), Al-Qur’an akan menampakkan padaku setiap setahun sekali, dan ia akan menampakkan padaku tahun ini dua kali, aku tidak melihatnya kecuali datangnya ajalku, dan engkau adalah orang pertama dari Ahlul baitku yang menyusulku.” Lalu Fatimah menangis. Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Tidakkah kamu ridha menjadi penghulu semua perempuan ahli surga atau penghulu semua isteri orang-orang yang beriman?” Kemudian Fatimah tertawa. (Shahih Bukhari, kitab Awal penciptaan, bab tanda-tanda kenabian dalam Islam; Musnad Ahmad 6: 282, hadis ke 25874)
Fatimah as menyerupai Nabi saw
Aisyah Ummul mukminin berkata: Aku tidak pernah melihat seorangpun yang paling menyerupai Rasulullah saw dalam sikapnya, berdiri dan duduknya kecuali Fatimah puteri Rasulullah saw. Selanjutnya Aisyah berkata: Jika Fatimah datang kepada Nabi saw, beliau berdiri menyambut kedatangannya, dan mempersilahkan duduk di tempat duduknya. Demikian juga jika Nabi saw datang kepadanya ia berdiri menyambut kedatangan beliau dan mempersilahkan duduk di tempat duduknya…” (Shahih At-Tirmidzi 2: 319, bab keutamaan Fathimah; Shahih Bukhari, bab Qiyam Ar-Rajul liakhihi, hadis ke 947; Shahih Muslim, kitab Fadhil Ash-Shahabah, bab Fadhail Fathimah)
Marah Fatimah as Marah Rasulullah saw
Rasulullah saw bersabda: “Fatimah adalah bagian dari diriku, barangsiapa yang membuatnya marah ia telah membuatku marah.” (Shahih Bukhari, kitab awal penciptaan, bab manaqib keluarga dekat Rasulullah saw; Kanzul Ummal 6: 220, hadis ke 34222)
Sakit Fatimah as Sakit Rasulullah saw
Rasulullah saw bersabda: “Fatimah adalah bagian dari diriku, menggoncangkan aku apa saja yang menggoncangkan dia, dan menyakitiku apa saja yang menyakitinya.” (Shahih Bukhari, kitab Nikah; Shahih Muslim, kitab Fadhil Ash-Shahabah, bab Fadhail Fathimah; Musnad Ahmad bin Hanbal 4: 328, hadis ke 18447)
Sebagian Karamah Fatimah Az-Zahra’ as
Jabir Al-Anshari, salah seorang sahabat Nabi saw berkisah bahwa beberapa hari Rasulullah saw tidak makan sedikit pun makanan sehingga diriku lemas, kemudian beliau mendatangi isteri-isteriku untuk mendapatkan sesuap makanan, tapi tidak mendapatkannya di rumah mereka. Lalu beliau mendatangi Fatimah as dan berkata: “Wahai puteriku, apakah kamu punya makanan untuk aku? aku lapar. Fatimah as berkata: Demi Allah, demi ayahku dan ibuku, aku tidak punya makanan.
Ketika Rasulullah saw keluar dari rumah Fatimah as, ada seorang perempuan mengirimkan dua potong roti dan sepotong daging, lalu Fatimah as mengambilnya dan meletakkannya dalam mangkok yang besar dan menutupinya. Fatimah as berkata: Sungguh makanan ini aku akan utamakan untuk Rasulullah saw daripada diriku dan keluargaku. Padahal mereka juga membutuhkan sesuap makanan.
Fatimah as berkata: Lalu aku mengutus Al-Hasan dan Al-Husein kepada kakeknya Rasulullah saw. Kemudian Rasulullah saw datang padaku. Aku berkata: Ya Rasulallah, demi ayahku dan ibuku, Allah telah mengkaruniakan kepada kami sesuatu, lalu aku menyimpannya untuk kupersembahkan kepadamu.
Fatimah as berkata: Ada seseorang mengantarkan makanan padaku, lalu aku meletakkannya dalam mangkok besar dan aku menutupinya. Saat itu juga dalam mangkok itu penuh dengan roti dan daging. Ketika aku melihatnya aku takjub. Aku tahu bahwa itu adalah keberkahan dari Allah swt, lalu aku memuji Allah swt dan bershalawat kepada Nabi-Nya.
Rasulullah saw bertanya: “Dari mana makanan ini wahai puteriku?” Fatimah menjawab: Makanan ini datang dari sisi Allah, sesungguhnya Allah mengkaruniakan rizki kepada orang yang dikehendaki-Nya dari arah yang tak terduga. Kemudian Rasulullah saw mengutus seseorang kepada Ali as lalu ia datang. Rasulullah saw, Ali, Fatimah, Al-Hasan, Al-Husein as dan semua isteri Nabi saw makan makanan itu sehingga mereka merasa kenyang, dan makanan itu tetap penuh dalam mangkok itu.
Fatimah as berkata: Lalu aku juga mengantarkan makanan itu pada semua tetanggaku, Allah menjadikan dalam makanan itu keberkahan dan kebaikan yang panjang waktunya. Padahal awalnya makanan dalam mangkok itu hanya dua potong roti dan sepotong daging, selebihnya adalah keberkahan dari Allah swt.
Dalam hadis yang lain disebutkan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda kepada Fatimah dan Ali as: “Segala puji bagi Allah yang tidak mengeluarkan kalian berdua dari dunia sehingga Allah menjadikan bagimu (Ali) apa yang telah terjadi pada Zakariya, dan menjadikan bagimu wahai Fatimah apa yang telah terjadi pada Maryam. Inilah yang dimaksudkan juga dalam firman Allah swt: “Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrabnya, ia dapati makanan di sisinya.” (Ali-Imran: 37).
Kisah dan riwayat ini terdapat di dalam:
1.Tafsir Al-Kasysyaf, Az-Zamakhsyari, tentang tafsir surat Ali-Imran: 37.
2.Tafsir Ad-Durrul Mantsur, tentang ayat ini.
Ini adalah hanya sebagian dari pribadi Fatimah Az-Zahra as yang bisa kami ungkapkan. Masih banyak lagi tentang keutamaan dan karamahnya tak mungkin diungkapkan dalam tulisan yang sangat singkat ini, karena akan membutuhkan buku yang sangat tebal jika hendak diungkapkan secara lebih detail.
Ketika menjelang kelahirannya ibunda tercintanya Khadijah Al-Khubra as meminta tolong kepada wanita-wanita Qurays tetangganya. Tapi mereka menolaknya sambil mengatakan kepadanya bahwa ia telah mengkhianati mereka mendukung Muhammad. Saat itu ia bingung kepada siapa harus minta tolong untuk melahirkan puteri tercintanya. Saat kebingungan Khadijah as mengatakan: “Aku terkejut luar biasa ketika aku menyaksikan empat wanita yang berwajah cantik dilingkari cahaya, yang sebelumnya aku tidak aku kenal mereka. Mereka mendekatiku, Saat aku dalam keadaan yang cemas, salah seorang dari mereka menyapaku: Aku adalah Sarah ibunda Ishaq; dan yang tiga yang menyertaiku adalah
Maryam ibunda Isa, Asiah puteri Muzahim, dan Ummu Kaltsum saudara perempuan Musa. Kami semuanya diperintahkan oleh Allah untuk mengajarkan ilmu kebidanan kami jika anda bersedia. Sambil mengatakan hal itu, mereka duduk di sekitarku dan memberikan pelayanan sampai puteriku Fatimah as lahir.”
Fatimah as berbicara saat dalam Kandungan
Sejak masih dalam kandungan ibundanya, Fatimah as sering menghibur dan mengajak bicara ibunya. Rasulullah saw bersabda: “Jibril datang kepadaku dengan membawa buah apel dari surga, kemudian aku memakannya lalu aku berhubungan dengan Khadijah lalu ia mengandung Fatimah. Khadijah berkata: “Aku hamil dengan kandungan yang ringan. Ketika engkau keluar rumah janin dalam kandunganku mengajak bicara denganku. Ketika aku akan melahirkan janinku aku mengirim utusan pada perempuan-perempuan Quraisy untuk dapat membantu melahirkan janinku, tapi mereka tidak mau datang bahkan mereka berkata: Kami tidak akan datang untuk menolong isteri Muhammad. Maka ketika itulah datanglah empat perempuan yang berwajah cantik dan bercahaya, dan salah dari mereka berkata: Aku adalah ibumu Hawa’; yang satu lagi berkata: Aku adalah Asiyah binti Muzahim; yang lain berkata: Aku adalah Kaltsum saudara perempuan Musa; dan yang lain lagi berkata: Aku adalah Maryam binti Imran ibunda Isa. Kami datang untuk menolong urusanmu ini. Kemudian Khadijah berkata: Maka lahirlah Fatimah dalam kedaan sujud dan jari-jarinya terangkat seperti orang sedang berdoa.” (Dzakhâir Al-`Uqbâ, halaman 44)
Menjelang usia 5 tahun, Fatimah as ditinggal wafat oleh ibunda tercintanya. Sehingga ia harus menggantikan posisi ibunya, berkhidmat kepada ayahnya, membantu dan menolong Rasululah saw. Sehingga ia mendapat gelar Ummu Abiha (ibu dari ayahnya). Tidak jarang Fatimah as menyaksikan ayahnya disakiti orang-orang kafir Quraisy. Ia menangis saat-saat menyaksikan ayahnya menghadapi ujian yang berat akibat prilaku orang-orang kafir Quraisy. Bahkan tangan Fatimah yang berusia kanak-kanak yang membersihkan kotoran di kepala ayahnya saat melempari Rasulullah saw dengan kotoran.
Fatimah as buah surga dan tidak pernah haid. Aisyah berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: “Ketika aku diperjalankan ke langit, aku dimasukkan ke surga, lalu berhenti di sebuah pohon dari pohon-pohon surga, dan aku tidak melihat yang lebih indah dari pohon yang satu itu, daunnya paling putih, buahnya paling harum. Kemudian aku mendapatkan buahnya lalu aku makan. Buah itu menjadi nuthfah di sulbiku. Setelah aku sampai di bumi aku berhubungan dengan Khadijah kemudian ia mengandung Fatimah. Setelah itu setiap aku rindu bau surga aku mencium bau Fatimah.” (tafsir Ad-Durrul Mantsur tentang surat Al-Isra’: 1; Mustadrak Ash-Shahihayn 3: 156)
Fatimah as digelari Az-Zahra’
Abban bin Tughlab pernah bertanya kepada Imam Ja’far Ash-Shadiq as: Mengapa Fathimah digelari Az-Zahra’? Ia menjawab: “Karena Fathimah as memacanrkan cahaya pada Ali bin Abi Thalib tiga kali di siang hari. Ketika ia melakukan shalat sunnah di pagi hari, dari wajahnya memancar cahaya putih sehingga cahayanya memancar dan menembus ke kamar banyak orang di Madinah dan dinding rumah mereka diliputi cahaya putih. Mereka heran atas kejadian itu, lalu mereka datang kepada Rasulullah saw dan menanyakan apa yang mereka saksikan. Kemudian Nabi saw menyuruh mereka datang ke rumah Fathimah. Lalu mereka mendatanginya, ketika sampai di rumahnya mereka melihat Fathimah sedang shalat di mihrabnya. Mereka melihat cahaya di mihrabnya, cahaya itu memancar dari wajahnya, sehingga mereka tahu bahwa cahaya yang mereka saksikan di rumah mereka adalah cahaya yang terpancar dari wajah Fathimah as.
Ketika Fathimah as melakukan shalat sunnah di tengah hari cahaya kuning memancar dari wajahnya, cahaya itu menembus ke kamar rumah orang banyak, sehingga pakaian dan tubuh mereka diliputi oleh cahaya berwarna kuning. Lalu mereka datang kepada Rasulullah saw dan bertanya tentang apa yang mereka saksikan. Nabi saw menyuruh mereka datang ke rumah Fathimah as, saat itu mereka melihat dia sedang berdiri dalam shalat sunnah di mihrabnya, cahaya kuning itu memancar dari wajahnya pada dirinya, ayahnya, suaminya dan anak-anaknya, sehingga mereka tahu bahwa cahaya yang mereka saksikan itu adalah berasal dari cahaya wajah Fathimah as.
Ketika Fathimah as melakukan shalat sunnah di punghujung siang saat mega merah matahari telah tenggelam wajah Fathimah memancarkan cahaya merah sebagai tanda bahagia dan rasa syukur kepada Allah Azza wa Jalla. Cahaya itu menembus ke kamar orang banyak sehingga dinding rumah mereka memerah. Mereka heran atas kejadian itu. Kemudian mereka datang lagi kepada Rasulullah saw menanyakan kejadian itu. Nabi saw menyuruh mereka datang ke rumah Fathimah as. Ketika sampai di rumah Fathimah mereka melihat ia sedang duduk bertasbih dan memuji Allah, mereka melihat cahaya merah memancar dari wajahnya. Sehingga mereka tahu bahwa bahwa cahaya yang mereka saksikan itu berasal dari cahaya wajah Fathimah as. Cahaya-cahaya itu selalu memancar di wajahnya, dan cahaya itu diteruskan oleh putera dan keturunannya yang suci hingga hari kiamat.” (Bihârul Anwar 43: 11, hadis ke 2)
Fatimah as digelari penghulu semua perempuan
Fatimah as mendapat gelar penghulu semua perempuan (sayyidatu nisâil `alamîn). Aisyah berkata: Fatimah as datang kepada Nabi saw dengan berjalan seperti jalannya Nabi saw. Kemudian Nabi saw mengucapkan: “Selamat datang duhai puteriku.” Kemudian beliau mempersilahkan duduk di sebelah kanan atau kirinya kemudian beliau berbisik kepadanya lalu Fatimah menangis. Kemudian Nabi saw bersabda kepadanya: “Mengapa kamu menangis?” Kemudian Nabi saw berbisik lagi kepadanya. Lalu ia tertawa dan berkata: Aku tidak pernah merasakan bahagia yang paling dekat dengan kesedihan seperti hari ini. Lalu aku (Aisyah) bertanya kepada Fatimah tentang apa yang dikatakan oleh Nabi saw. Fatimah menjawab: Aku tidak akan menceritakan rahasia Rasulullah saw sehingga beliau wafat. Aku bertanya lagi kepadanya, lalu ia berkata: (Nabi saw berbisik kepadaku): “Jibril berbisik kepadaku (Rasulullah saw), Al-Qur’an akan menampakkan padaku setiap setahun sekali, dan ia akan menampakkan padaku tahun ini dua kali, aku tidak melihatnya kecuali datangnya ajalku, dan engkau adalah orang pertama dari Ahlul baitku yang menyusulku.” Lalu Fatimah menangis. Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Tidakkah kamu ridha menjadi penghulu semua perempuan ahli surga atau penghulu semua isteri orang-orang yang beriman?” Kemudian Fatimah tertawa. (Shahih Bukhari, kitab Awal penciptaan, bab tanda-tanda kenabian dalam Islam; Musnad Ahmad 6: 282, hadis ke 25874)
Fatimah as menyerupai Nabi saw
Aisyah Ummul mukminin berkata: Aku tidak pernah melihat seorangpun yang paling menyerupai Rasulullah saw dalam sikapnya, berdiri dan duduknya kecuali Fatimah puteri Rasulullah saw. Selanjutnya Aisyah berkata: Jika Fatimah datang kepada Nabi saw, beliau berdiri menyambut kedatangannya, dan mempersilahkan duduk di tempat duduknya. Demikian juga jika Nabi saw datang kepadanya ia berdiri menyambut kedatangan beliau dan mempersilahkan duduk di tempat duduknya…” (Shahih At-Tirmidzi 2: 319, bab keutamaan Fathimah; Shahih Bukhari, bab Qiyam Ar-Rajul liakhihi, hadis ke 947; Shahih Muslim, kitab Fadhil Ash-Shahabah, bab Fadhail Fathimah)
Marah Fatimah as Marah Rasulullah saw
Rasulullah saw bersabda: “Fatimah adalah bagian dari diriku, barangsiapa yang membuatnya marah ia telah membuatku marah.” (Shahih Bukhari, kitab awal penciptaan, bab manaqib keluarga dekat Rasulullah saw; Kanzul Ummal 6: 220, hadis ke 34222)
Sakit Fatimah as Sakit Rasulullah saw
Rasulullah saw bersabda: “Fatimah adalah bagian dari diriku, menggoncangkan aku apa saja yang menggoncangkan dia, dan menyakitiku apa saja yang menyakitinya.” (Shahih Bukhari, kitab Nikah; Shahih Muslim, kitab Fadhil Ash-Shahabah, bab Fadhail Fathimah; Musnad Ahmad bin Hanbal 4: 328, hadis ke 18447)
Sebagian Karamah Fatimah Az-Zahra’ as
Jabir Al-Anshari, salah seorang sahabat Nabi saw berkisah bahwa beberapa hari Rasulullah saw tidak makan sedikit pun makanan sehingga diriku lemas, kemudian beliau mendatangi isteri-isteriku untuk mendapatkan sesuap makanan, tapi tidak mendapatkannya di rumah mereka. Lalu beliau mendatangi Fatimah as dan berkata: “Wahai puteriku, apakah kamu punya makanan untuk aku? aku lapar. Fatimah as berkata: Demi Allah, demi ayahku dan ibuku, aku tidak punya makanan.
Ketika Rasulullah saw keluar dari rumah Fatimah as, ada seorang perempuan mengirimkan dua potong roti dan sepotong daging, lalu Fatimah as mengambilnya dan meletakkannya dalam mangkok yang besar dan menutupinya. Fatimah as berkata: Sungguh makanan ini aku akan utamakan untuk Rasulullah saw daripada diriku dan keluargaku. Padahal mereka juga membutuhkan sesuap makanan.
Fatimah as berkata: Lalu aku mengutus Al-Hasan dan Al-Husein kepada kakeknya Rasulullah saw. Kemudian Rasulullah saw datang padaku. Aku berkata: Ya Rasulallah, demi ayahku dan ibuku, Allah telah mengkaruniakan kepada kami sesuatu, lalu aku menyimpannya untuk kupersembahkan kepadamu.
Fatimah as berkata: Ada seseorang mengantarkan makanan padaku, lalu aku meletakkannya dalam mangkok besar dan aku menutupinya. Saat itu juga dalam mangkok itu penuh dengan roti dan daging. Ketika aku melihatnya aku takjub. Aku tahu bahwa itu adalah keberkahan dari Allah swt, lalu aku memuji Allah swt dan bershalawat kepada Nabi-Nya.
Rasulullah saw bertanya: “Dari mana makanan ini wahai puteriku?” Fatimah menjawab: Makanan ini datang dari sisi Allah, sesungguhnya Allah mengkaruniakan rizki kepada orang yang dikehendaki-Nya dari arah yang tak terduga. Kemudian Rasulullah saw mengutus seseorang kepada Ali as lalu ia datang. Rasulullah saw, Ali, Fatimah, Al-Hasan, Al-Husein as dan semua isteri Nabi saw makan makanan itu sehingga mereka merasa kenyang, dan makanan itu tetap penuh dalam mangkok itu.
Fatimah as berkata: Lalu aku juga mengantarkan makanan itu pada semua tetanggaku, Allah menjadikan dalam makanan itu keberkahan dan kebaikan yang panjang waktunya. Padahal awalnya makanan dalam mangkok itu hanya dua potong roti dan sepotong daging, selebihnya adalah keberkahan dari Allah swt.
Dalam hadis yang lain disebutkan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda kepada Fatimah dan Ali as: “Segala puji bagi Allah yang tidak mengeluarkan kalian berdua dari dunia sehingga Allah menjadikan bagimu (Ali) apa yang telah terjadi pada Zakariya, dan menjadikan bagimu wahai Fatimah apa yang telah terjadi pada Maryam. Inilah yang dimaksudkan juga dalam firman Allah swt: “Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrabnya, ia dapati makanan di sisinya.” (Ali-Imran: 37).
Kisah dan riwayat ini terdapat di dalam:
1.Tafsir Al-Kasysyaf, Az-Zamakhsyari, tentang tafsir surat Ali-Imran: 37.
2.Tafsir Ad-Durrul Mantsur, tentang ayat ini.
Ini adalah hanya sebagian dari pribadi Fatimah Az-Zahra as yang bisa kami ungkapkan. Masih banyak lagi tentang keutamaan dan karamahnya tak mungkin diungkapkan dalam tulisan yang sangat singkat ini, karena akan membutuhkan buku yang sangat tebal jika hendak diungkapkan secara lebih detail.
TAKZIAH SHAHADAH PUTERI NABI FATIMAH ZAHRA a.s 3 JAMADILAKHIR
SOLAWAT
No comments:
Post a Comment