Sunday 30 March 2014

10 BIG QUESTIONS REGARDING MH370


BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Mantan Muballigh Wahabi:
 Keterzaliman Fathimah Az-Zahra, Kenyataan Sejarah yang Tidak Bisa Ditolak

“Dalam penelitian saya, saya menemukan kalimat yang menarik dari Imam Fakhruddin al Razi, yang saat membacanya, membuat saya yakin bahwa kebenaran bersama Sayyidah Fatimah as. Kalimatnya adalah, ‘Aku heran, dengan adanya fakta ayat dan sabda Nabi mengenai warisan, dan penegasan dari Nabi sendiri bahwa perlunya seseorang untuk berusaha meninggalkan warisan harta dan tanah namun bagaimana mungkin Rasulullah Saw sendiri tidak mewariskan apapun untuk anak perempuannya?” 

 Keterzaliman Fathimah Az-Zahra, Kenyataan Sejarah yang Tidak Bisa Ditolak



Menurut Kantor Berita ABNA, salah seorang muballigh Yaman
yang sebelumnya berpemahaman Wahabi namun setelah mengenal mazhab Syiah dan
mempelajarinya dengan lebih detail iapun menyatakan diri beralih mazhab. Dalam
wawancara dengannya beliau berkata, “Kemenangan revolusi rakyat Iran yang
dipimpin oleh Imam Khomeini rahimahullah telah menyebabkan lebih dari satu juta
orang di Yaman beralih menganut mazhab Syiah, dan hal tersebut menunjukkan
bukti betapa besarnya pengaruh revolusi Islam Iran di kawasan ini.”

DR.
Isham Imad, pernah menimba ilmu di beberapa universitas di Arab Saudi, yang
kemudian kembali ke tanah airnya dan menjadi muballigh Wahabi. Sama halnya pada
umumnya muballigh Wahabi diapun turut menganggap Syiah sebagai ajaran sesat dan
keluar dari Islam. Namun interaksi dan ketekunannya dalam mempelajari
perbandingan antar mazhab justru mengantarkannya pada hidayah, tidak hanya
berubah mengakui Syiah sebagai mazhab yang sah dalam Islam bahkan juga beralih
ke mazhab Syiah sebagai pilihannya dalam menjalankan Islam. Tidak
tanggung-tanggung cendekiawan muslim Yaman tersebut bahkan sampai memperdalam
keyakinan Syiahnya dengan menimba ilmu di Hauzah Ilmiah Qom Iran sampai
mencapai doktoralnya dan dikenal sebagai ahli dalam bidang rijal, hadits dan
tarikh.

DR.
Isham Imad dalam penjelasannya mengatakan, dalam kebangkitan rakyat Yaman, umat
Syiah Zaidiyah dan umat Syiah Itsna Asy’ari satu sama lain bersatu dan saling
mengokohkan dan bekerjasama dengan umat Sunni sehingga pemamahan takfiri tidak
memiliki pengaruh di Yaman. “Saya menjadi saksi, akan betapa meluasnya dakwah
Syiah di Yaman ini. Semakin hari, jumlah pengikut Syiah semakin bertambah, dan
dakwah Syiah hari ini semakin baik dan diterima masyarakat dari waktu-waktu
sebelumnya.” Ungkapnya.

“Penduduk
Yaman lebih dari 30 juta orang, dan diantara penduduknya memeluk keyakinan
Syiah Zaidiyah dan Itsna Asy’ari, dan menariknya setelah kebangkitan Islam di
Iran yang dipelopori Imam Khomeini lebih dari satu juta penduduk Yaman beralih
kemazhab Syiah, dan jelas hal tersebut menunjukkan betapa besarnya pengaruh
revolusi tersebut di Negara-negara kawasan.” Tambahnya lagi.

Cendekiawan
Yaman tersebut kembali melanjutkan, “Tidak bisa dipungkiri pengaruh Arab Saudi
terhadap Yaman juga tidak sedikit. Bahkan dalam tahun-tahun terakhir ini, Yaman
termasuk dalam target Arab Saudi untuk diwahabisasikan. Orang-orang terpelajar
Yaman di biayai dan dididik di Arab Saudi dan sekembalinya akan menjadi
muballigh dan da’i-da’i Wahabi. Saya lahir dan besar dalam lingkungan keluarga
yang berpemahaman Wahabi. Ayah saya Syaikh Abdur Rahman al ‘Imad dikenal
sebagai ulama Wahabi. Rumah ayah saya di Yaman adalah pusat penyebaran
pemahaman Wahabi dan banyak dari warga Yaman mengenal dan mempelajari pemahaman
Wahabi di rumah ayah saya.”

“Sejak
berumur 6 tahun saya sudah mempelajari aqidah Wahabi di bawah bimbingan ayah
saya dan sampai umur 30 tahun saya menjadi muballigh Wahabi yang banyak
berceramah tentang keyakinan Wahabi di banyak tempat di Yaman. Saya
menyelesaikan pendidikan universitas saya di Arab Saudi namun setelah
mempelajari mazhab Syiah dengan telaten dan jujur saya kemudian beralih menjadi
muballigh Syiah. Hari ini saya dikenal sebagai guru, penulis dan muballigh
mazhab Ja’fari dan saya merasa bahagia menjadi bagian dari dakwah hak ini.” Jelasnya.

Dalam
lanjutan penjelasannya, doktor ahli dibidang hadits dan sejarah tersebut
mengatakan, "Kelompok Wahabi berusaha menisbahkan Syiah dengan sesuatu
yang tidak sepatutnya melalui media-media elektronik, kitab, majalah-majalah dan
media cetak. Mereka menampilkan wajah Syiah secara negatif, dalam gerakan ini
mereka telah menggelontorkan banyak dana untuk mencari titik kelemahan,
permasalahan dan melemparkan pandangan tidak berdasar menurut selera mereka.”

"Dengan
menyebarkan propaganda, berbagai tekanan, mereka berusaha menghambat mazhab
Syiah supaya asas akidah dan idealisme ajaran ini tidak tersebar dalam
komunitas masyarakat berilmu, kalangan terdidik yang berpikiran bebas dan
terbuka.” Tambahnya.

"Dimasa
pendidikan saya, dan ketika sibuk melakukan tahkik [penelitian] atas kitab
Jahiz yang dikarang salah seorang ulama besar Ahlus Sunnah, saya menemukan
frase dari tulisan beliau yang mempertanyakan mengapa umat Islam tidak membela
hak Sayyidah Fatimah putri Nabi pasca wafatnya Rasulullah Saw. Dan fakta
tersebut tidak bisa ditolak bahwa dalam literatur ahlus sunnah sendiri terdapat
riwayat yang menukil permintaan Sayyidah Fatimah yang tidak mengizinkan Abu
Bakar dan Umar untuk menyertai proses pemakaman jenazahnya. Awalnya saya
berpikir, perbuatan Fatimah Az Zahra tersebut kekanak-kanakan dan tidak
menunjukkan kebesaran jiwanya sebagai putri Nabi, namun setelah menyelidikinya
secara mendalam bahwa ada pesan yang tersirat dari permintaan Sayyidah Fatimah
tersebut, barulah saya paham hakikat yang sebenarnya.”

“Dalam
penelitian saya, saya menemukan kalimat yang menarik dari Imam Fakhruddin al
Razi, yang saat membacanya, membuat saya yakin bahwa kebenaran bersama Sayyidah
Fatimah as. Kalimatnya adalah, ‘Aku heran, dengan adanya fakta ayat dan sabda
Nabi mengenai warisan, dan penegasan dari Nabi sendiri bahwa perlunya seseorang
untuk berusaha meninggalkan warisan harta dan tanah namun bagaimana mungkin
Rasulullah Saw sendiri tidak mewariskan apapun untuk anak perempuannya?”

Keterzaliman
Fathimah Az-Zahra, Kenyataan Sejarah yang Tidak Bisa Ditolak

DR.
Isham Imad berkata, "Dalam riwayat kita temukan, pada suatu hari, seorang
sahabat datang kepada Rasulullah dan berkata: Aku mewakafkan seluruh hartaku.
Rasulullah Saw tidak senang dengan pernyataan tersebut dan berkata: Engkau
mempunyai hak mewakafkan satu per tiga dari hartamu. Nabi Saw melarang
sahabatnya untuk mewakafkan seluruh hartanya, karena menginginkan sahabat
menyisakan warisan untuk keluarganya. Sekarang bagaimana mungkin Rasulullah Saw
bersabda bahwa yang ditinggalkan beliau hanya sedekah, dan tidak sedikitpun
warisan untuk keluarganya?”

"Menurut
pandangan seluruh manusia yang berakal, sekiranya seseorang itu ingin
mewakafkan hartanya, pertama sekali dia akan menyadari akan keberadaan dan hak
anak-anaknya, bukannya memikirkan sahabat-sahabatnya yang tidak ada
sangkutpautnya sama sekali dengan harta warisan, kecuali dalam keadaan
anak-anaknya belum mampu menjaga harta dan tanah warisan.”

"Dengan
keberadaan Rasulullah Saw selaku penghulu manusia-manusia yang berakal dan
berpikir rasional, bagaimana mungkin baginda berkata kepada khalifah pertama
bahwa harta yang diwariskannya adalah sedekah dan baginda tidak menyampaikan
demikian kepada anak perempuannya sendiri? Awalnya saya berkata, mungkin
Fathimah belum mampu menjaga harta, namun ketika saya teliti dan saya temukan
Rasulullah Saw memperkenalkan Fathimah Az-Zahra sebagai wanita yang paling
sempurna pengetahuannya. Oleh karena itu mustahil baginda tidak menceritakannya
kepada keluarganya sendiri."

"Saya
membaca kata-kata Fakhrudin Al-Razi dengan penuh keheranan, keterzaliman Fathimah
Az-Zahra merupakan faktor paling penting yang mendorong saya kepada Syiah, dan
saya menceritakan perkara ini dalam artikel yang saya tulis 'Peranan Fathimah Az-Zahra dalam
pengertian yang mendalam'.

"Sebuah
kitab yang ditulis oleh ulama Ahli Sunnah yang sudah masuk Syiah berjudul
'akhirnya aku temui hidayah dengan cahaya Fathimah as', beliau berkata, aku
masuk Syiah setelah membaca khutbah Fathimah Az-Zahra as. Dan
kenyataan-kenyataan yang serupa tidak sedikit. Bagi pihak Wahabi hakikat
Fathimah Az-Zahra terlalu sulit untuk diungkapkan, karena hal tersebut dapat
menggoyahkan keyakinan mereka.” Jelas DR. Isham Imad.

DR.
Isham Imad dalam lanjutan penjelasannya menyebutkan, setelah beralih ke mazhab
Syiah, beliau menjawab dan membantah buku-bukunya sendiri yang sebelumnya telah
ditulisnya di masa beliau masih Wahabi dan melancarkan kebencian dan permusuhan
terhadap Syiah. Beliau mengungkapkan bahwa dikalangan keluarganya bukan beliau
sendiri yang beralih ke Syiah, saudara laki-lakinya Hasan al ‘Imad juga telah
memantapkan hati bermazhab Syiah dan sementara menimba ilmu di kota Qom. Demikian
pula dengan tiga saudara perempuannya yang lain.

Monday, 17 March 2014 09:59

Malaysia Flight 370: The 10 big questions

Malaysia Flight 370: The 10 big questions
SHAFAQNA (International Shia News Association)-Every day brings new details and new questions surrounding the disappearance of MalaysiaAirlines Flight 370, a Boeing 777 with 239 people aboard that went missing on March 8 en route from Kuala Lumpur to Beijing.
Here are 10 questions surrounding what we know and what we don't know:
1. What do we know about the pilots?
The pilot, Capt. Zaharie Ahmad Shah, 53, has 18,365 flying hours. He joined the airline in 1981. For a veteran 777 pilot with Shah's background, 18,000-plus total career hours in the air is normal.
Shah built a flight simulator in his home. It's somewhat common among the worldwide community of aviation enthusiasts to use online flight simulator programs to replicate various situations. Simulators allow users to virtually experience scenarios in various aircraft.
Programs can simulate flight routes, landings and takeoffs from actual airports, but pilots say they cannot replace the experience gained from real flying.
Shah is married and has three children, the youngest of whom is in her 20s and lives with her parents. He and his wife have one grandchild.
First Officer Fariq Ab Hamid, 27, joined Malaysia Airlines in 2007. He has 2,763 flying hours and was transitioning from flight simulator training to the Boeing 777-200ER.
The amount of flight time Hamid has could be a bit low for a 777 pilot flying for an American airline, experts said. But the system of pilot advancement is often faster among airlines in smaller nations. Some airlines in these countries offer cadet programs that find talented and promising young pilot candidates and offer them intensive, specialized training, experts say.
Hamid lives with his parents and some of his four siblings, according to a neighbor. A source close to the investigation told CNN that Malaysian police searched Shah's and Hamid's homes Saturday.
2. What do we know about communications to and from the plane?
Key clues about the plane have come from developments surrounding data and voice communications. The plane is equipped with a standard voice communication radio and two other kinds of communication technology: transponders and the Aircraft Communications Addressing and Reporting System, known by the acronym ACARS.
The last known voice communication from the 777's cockpit was these words: "All right, good night."
We don't know whose voice spoke the words, but they were uttered as the plane neared Vietnamese air traffic control airspace at about the same time the transponder was shut off, according to Malaysian Prime Minister Najib Razak.
Because of the vital information a transponder provides, it would be highly unlikely for a pilot to shut it off. Transponders are considered reliable, but they occasionally fail, which is why there is a backup transponder.
One way to hide a plane's flight information from air traffic controllers would be to turn off the transponder. Experts give conflicting opinions about what the transponder shutoff could mean: One theory points to someone -- perhaps a hijacker -- wanting to hide the plane before changing course; another theory is the transponder could have stopped transmitting because of a catastrophic power failure.
A series of "handshakes" -- or electronic connections -- from the plane's ACARS was transmitted to satellites for four to five hours after the transponder stopped sending signals, a senior U.S. official told CNN.
ACARS includes air traffic service communications. The automated system generally sends routine messages to the airline, such as when the aircraft lifts off or lands and how much fuel it may have, he said. It can also be used to communicate text messages, for instance when the aircraft encounters turbulence. ACARS typically beams down engine parameters, temperatures, the amount of fuel burned and any maintenance discrepancies.
According to Malaysia Airlines, all of its aircraft are equipped with ACARS. "Nevertheless, there were no distress calls, and no information was relayed," the airline said.
The aircraft's ACARS was sending pings more than five hours after the transponder last emitted a signal, an aviation industry source told CNN on Friday.
These pings don't provide information about speed or altitude, but they do indicate the plane was intact for that long, since an aircraft has to be powered and have structural integrity for the ACARS to operate, the source said.
The pings were detected by satellites and were used, with radar and other data, to calculate where the plane might have traveled. A U.S. official, who spoke to reporters on condition of anonymity, said a satellite recorded electronic "handshakes" with the 777 that were later analyzed.
The information gleaned from this analysis -- which the U.S. official described as "unprecedented" -- supports the conclusion that the aircraft turned toward the west, away from the Gulf of Thailand and toward the Indian Ocean. Referring to the five- to six-hour range in which the plane may have flown after its transponder cut off, the same official said, "We believe we have the time of the loss of the airplane within an hour."
But on Saturday, Malaysian Prime Minister Najib said that "based on new satellite communication, we can say with a high degree of certainty that ... ACARS was disabled just before the aircraft reached the east coast of peninsular Malaysia."
3. Where could the plane be? What could have happened to it?
The evidence is growing that the plane flew for hours after losing contact with air traffic control.
Malaysia's aviation authorities, with agreement from U.S. and British government experts, concluded the plane's last communication with the satellite was in one of two possible corridors. One stretches from the border of Kazakhstan and Turkmenistan to northern Thailand; the other from Indonesia to the southern Indian Ocean.
The latest data and calculations provided by Malaysian officials show an arc of places the aircraft could have traveled. Because the northern reaches of the arc include some tightly guarded airspace over India, Pakistan and U.S. installations in Afghanistan, U.S. authorities believe it more likely the aircraft crashed south of India into waters outside the reach of radar, one U.S. official said.
Had it flown farther north, it would likely have been detected by radar, the official said.
A classified analysis of electronic and satellite data suggests Flight 370 likely crashed either in the Bay of Bengal or elsewhere in the Indian Ocean, CNN learned Friday.
The analysis, conducted by the United States and Malaysian governments, used radar data and satellite pings to calculate that the plane diverted to the west, across the Malay Peninsula, and then either flew in a northwest direction toward the Bay of Bengal or southwest into another part of the Indian Ocean. Malaysian military radar registered dramatic changes for Flight 370 in altitude and it cut an erratic path across Malaysia in what are some of the last known readings of its location, according to a senior U.S. official.
The same official, who is familiar with analysis of the data and declined to be identified because of the sensitive nature of the information, cautioned that this assessment is not definitive. The readings may not be wholly reliable because of the distance of the plane from the radars that detected it, the official said.
4. Couldn't a pilot just 'fly under the radar'?
Theoretically, yes. As a tool intended to keep track of what's going on in the sky, radar doesn't acquire data all the way to the ground.
Military pilots are trained to take advantage of this when they need to go undetected. But their aircraft are also equipped with terrain-evading radar and other features intended to help fighter and helicopter pilots hug the ground, said aviation consultant Keith Wolzinger of the Spectrum Group. Understandably, Boeing doesn't offer those features on its commercial airliners.
"Airline pilots are not trained for radar avoidance," said Wolzinger, himself a former 777 pilot. "We like to be on radar."
Also, unlike military craft, civilian airliners don't have gear to detect when they've been spotted on radar. So any efforts to fly undetected would be rudimentary.
5. Could the plane have landed somewhere?
One theory U.S. officials are considering, according to a Wall Street Journal report, is that someone might have taken the plane to be used for some other purpose later. So it's theoretically possible that the plane could have landed at a remote, hidden airstrip.
There are some large holes in that theory. The 777 is a big plane. It requires, at minimum, nearly a mile to land. And, says CNN aviation correspondent Richard Quest, there's the matter of getting it someplace without setting off alarm bells.
"You can't just fly a 777 and not have a radar trace," he said. One senior U.S. official, citing information Malaysia has shared with the United States, told CNN that "there is probably a significant likelihood" that the aircraft is on the floor of the Indian Ocean.
6. How likely is hijacking or terrorism in this situation?
The CIA and FBI aren't ruling it out, but authorities aren't ruling out much at this point. It's highly suspicious that the plane seems to have turned around. Those suspicions are further fueled by the loss of communications with the plane, considering the aircraft had "redundant electrical systems" that would have had to be disabled.
Robert Francis, former vice chairman of the U.S. National Transportation Safety Board, said his first thought upon hearing the circumstances of the flight's mysterious disappearance was that it blew up, but even an explosion would not be proof of terrorism.
The two men who used stolen passports to board the plane were identified by Interpol as Iranians Pouri Nourmohammadi, 18, and Delavar Seyed Mohammad Reza, 29. Malaysian investigators say neither of them has any apparent connection to terrorist organizations.
Stolen passports don't necessarily indicate terrorism. In fact, passengers flew without having their travel documents checked against Interpol's lost-and-stolen passport database more than a billion times in 2013, according to the international police organization. Among the reasons someone might use a stolen passport: to emigrate to another country, to export goods without paying taxes or to smuggle stolen goods, people, drugs or weapons.
7. Could mechanical failure explain it?
It's one of the possibilities, but less so since Najib said on Saturday that the plane's movements "are consistent with deliberate action by someone on the plane."
The absence of a debris field could suggest that the pilot might have made an emergency landing on water and the plane then sank intact, but there was no distress signal.
However, aviation consultant Kit Darby has said there might have been a power failure, and during the hour when he had backup power, the pilot was attempting to return to "the airports and a region he knows." There's also the possibility that the tail or a wing tore from the fuselage. This particular Boeing had suffered a clipped wingtip in the past, but Boeing repaired it.
Another possibility is that a window or door failed, which would cause the temperature inside the plane to drop to 60 degrees below zero, creating a freezing fog and giving crew members only seconds to don oxygen masks before becoming disoriented and then incapacitated.
8. What other theories and speculation have been offered?
Lithium batteries: Investigators are looking into the possibility that lithium batteries, which have been blamed in previous crashes, played a role in the disappearance, according to U.S. officials briefed on intelligence and law-enforcement developments. The officials spoke on condition of anonymity because they were not authorized to speak to the media.
If lithium batteries were being carried in the cargo hold, they could have causes a crash-inducing fire. But that would not explain other anomalies, such as why the plane appears to have turned west. A pilot's likely first instinct if lithium batteries were smoldering would have been to turn around and return to the airport of origin -- not to fly an additional five hours, said Arthur Rosenberg, an aviation expert who is a pilot, engineer and partner in the New York-based law firm Soberman & Rosenberg.
Meteor: A meteor was reported in the area around the time Flight 370 took off, but this seems to be atop a list of strange theories popping up in the absence of empirical data explaining the plane's disappearance. Given what little is known about the flight path, and the astronomical odds against such an event, a meteor strike seems like an ultralong-shot explanation.
9. What about reports that passengers' cell phones continued operating after the flight's disappearance?
When phones are disabled or turned off -- which would presumably happen after a plane crash -- calls to those cell phones go directly to voice mail. Friends and loved ones of the missing passengers, however, reported ringing when they called. Technology industry analyst Jeff Kagan says a call would connect first to a network before trying to find the end user, and the ringing sound callers hear masks the silence they would otherwise hear while waiting for the connection to be made.
"If it doesn't find the phone after a few minutes, after a few rings, then typically, it disconnects, and that's what's happening," he said.
10. Is this the first time a plane has vanished?
No. In 2009, Air France Flight 447 crashed in the South Atlantic between Rio de Janeiro and Paris during turbulent weather conditions. It took four searches and almost two years before the bulk of the wreckage and majority of bodies were recovered. The voice and data recorders weren't found on the ocean floor until May 2011.


MEDIA IRAN ANGKAT TEORI PEMBAJAKAN MH370 OLEH US DAN SEKUTUNYA

master_malaysia_airlines11
Oleh  — Rubrik Asia - Afrika  March 30, 2014 

Teheran, LiputanIslam.com — Teka-teki menegangkan mengenai hilangnya Malaysia Airlines MH370 masih menghinggapi khalayak dunia. Berbagai  teori dan spekulasipun bermunculan bak jamur di musim hujan, apalagi setelah diketahui pesawat nahas itu beralih rute ke Samudera Hindia dan wilayah lepas pantai Australia, salah satu kawasan yang paling terpencil dan sulit dijangkau manusia di muka bumi.
Misteri yang mencuat ialah mengapa pesawat nahas itu dilarikan ke sana? Publik juga layak bertanya-tanya mengapa di tengah gempita arogansi sains dan teknologi Barat yang bahkan sering berbicara tentang seluk beluk jagad raya para penguasa teknologi ternyata bungkam dan atau bahkan berlagak bingung sekian lama tentang peristiwa yang terjadi di depan pekarangan rumah sendiri? What’s going on?
Di tengah bursa teori yang ada, muncul satu teori konspirasi yang diangkat oleh media onlineJahannews Minggu (30/03). Media yang berbasis di Iran ini menyebut teori itu layak dicamkan.
Teori itu mengawali narasinya dengan menyorot peristiwa jatuhnya beberapa perangkat supercanggih milik tentara Amerika Serikat (AS) ke tangan milisi di Afghanistan. Singkat cerita, perangkat itu ditawarkan kepada Cina. Gayungpun bersambut, negeri Tirai Bambu itu antusias untuk mendapatkannya.  Transaksipun terjadi dan dibuatlah sketsa pengiriman dengan rute demi rute dari Timteng hingga Malaysia untuk barang yang bisa jadi berkenaan dengan perangkat supercanggih pesawat drone milik AS itu.
Sketsa itu dijalankan hingga jatuhlah pilihan pada nomor penerbangan 370 pesawat Malaysia Airlines sebagai proses terakhir pengiriman “durian segar” bagi Cina yang merupakan salah satu rival utama AS dalam percaturan global tersebut. Tidak ada petunjuk apakah otoritas Malaysia mengetahui perihal pengiriman barang sensitif tersebut, tapi setidaknya bukan kecil kemungkinan perangkat keamanan Malaysia memang lemah dan gagal mendeteksi masalah ini.
Di pihak lain, dinas rahasia Israel ternyata mengendus proses dan jejak pengiriman barang yang sangat dirahasiakan oleh militer AS tersebut kemudian memberitahukan kepada otoritas keamanan AS. Para agen rahasia keduanya kemudian bekerjasama untuk mencegah pergerakan barang bernilai tinggi itu menuju Cina sambil melibatkan beberapa sekutu mereka, termasuk Australia dan Inggris serta membuat skenario operasi supercanggih, rumit dan detail. Operasi pencegahan melibatkan tim yang terdiri dari sekitar enam hingga sembilan agen yang sangat terlatih di bidang keamanan.
Menurut teori ini, tim tersebut dipastikan masih akan bekerja hingga dua minggu ke depan dengan opsi membiarkan kotak hitam pesawat MH370 hilang dan terkubur untuk selamanya di dasar laut, atau mengambilnya dari kedalaman tapi setelah kehabisan baterai.
Dalam operasi pencegahan, tidak tertutup kemungkinan tim itu menggunakan identitas dan paspor palsu dalam menyamar sebagai penumpang pesawat Malaysia jenis Boeing 777 tersebut. Dua pemuda Iran yang menumpang pesawat dengan paspor hasil curian dan identitas palsu juga bisa jadi merupakan bagian dari skenario yang dijalankan. Dalam ini, dua pemuda Iran itu tidak mesti mengetahui skenario tim rahasia itu, karena bisa saja keduanya diarahkan untuk menumpang pesawat MH730 sebagai bahan persiapan yang mungkin bisa diangkat untuk penggiringan opini publik, misalnya mengaitkan Iran dengan misteri hilangnya MH730 atau minimal menekan Kuala Lumpur melalui pembuktian kelemahan otoritas keamanan dan imigrasi Malaysia.
Alhasil, MH370 terbang dari Bandara Internasional Kuala Lumpur (KLIA) sesuai jadwal dalam kondisi terpantau oleh radar Malaysia. Namun, di tengah perjalanan ke arah Vietnam kontak radar dengan pesawat itu tiba-tiba terputus dan lenyap sama sekali sebelum kemudian pesawat diumumkan hilang. Belakangan pesawat dipastikan berbelok tajam dan mengubah tingkat ketinggian.
Menurut teori yang diangkat Jahannews, tidak tertutup kemungkinan AS dan Israel sudah mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dari jarak jauh untuk menyembunyikan pesawat MH370 dari deteksi radar di darat. Di dalam pesawat, para agen itu mengeksekusi rencana pembajakan dan mengendalikan pesawat sepenuhnya. Mereka memutar pesawat dari wilayah utara Malaysia ke wilayah udara Thailand menuju Samudera Hindia, tepatnya ke arah pangkalan laut AS di wilayah selatan kepuluan Maladewa. Dalam hal ini, beberapa saksi mata di Malaysia, Thailand dan Maladewa mengaku telah melihat adanya pesawat yang terbang rendah dan tidak wajar.
Pesawat itu lantas mendarat di pangkalan laut AS. Tidak jelas seberapa lama pesawat itu berhenti di situ. Yang jelas, setelah menurunkan barang muatan yang diincar, tidak ada pilihan lain kecuali memusnahkan pesawat itu beserta seluruh penumpang dan semua jejak pesawat. Buruknya cuaca di samudera belakangan mendukung upaya penghilangan jejak itu.
Hal yang paling mendesak bagi para pembajak adalah faktor waktu, karena kotak hitam masih akan aktif selama 30 hingga 35 hari sehingga harus diatur dan dikondisikan sedemikian rupa agar jangan sampai ditemukan. Sedangkan terkait penumpang, ada kemungkinan nyawa mereka sudah direnggut secara massal dengan cara mengubah tekanan udara dan pengaturan oksigen dalam ruang penumpang sebelum pesawat mendarat.
Teori konspirasi itu melanjutkan, usai menurunkan barang yang diincar, para agen menggunakan perangkat supercanggih untuk menerbangkan lagi pesawat dan mengarahkannya ke kawasan yang jauh dari koridor penerbangan internasional di wilayah selatan Samudera Hindia dan menjatuhkannya ke titik yang paling terpencil serta ekstrim dari segi cuaca, tempat yang setelah 16 hari sejak hilangnya pesawat terjadi penampakan obyek-obyek yang diduga sebagai puing-puing pesawat MH370. Temuan berdasar pencitraan satelit itu diumumkan oleh pemerintah Australia. Namun, hingga berakhirnya masa aktif kotak hitam itu tampaknya tidak akan ada informasi berarti  yang bisa didapatkan dari puing-puing. Komando pencarian puing pesawat sengaja diserahkan kepada Australia karena sebagai salah satu aktor peristiwa Negeri Kanguru itu dapat mengatur cara meminimalisir kekuatiran ditemukannya petunjuk seputar motif pembajakan pesawat.
Menurut teori ini, pemerintah Malaysia praktis terseret masuk dalam pusaran permaianan intelijen AS sehingga kerap memberikan statemen-statemen yang membingungkan dan terkesan menyembunyikan informasi penting. Kuala Lumpur terpaksa demikian untuk menutupi kelemahan kinerja otoritas keamanannya atau bisa jadi juga terlibat deal-deal tertentu dengan pemerintah Beijing. Drama demikian akan terus berlanjut hingga dua minggu ke depan, dan kotak hitam serta puing-puing yang dapat dijadikan barang bukti tidak akan ditemukan, atau ditemukan dan diambil tapi ketika kotak hitam sudah tidak aktif.
Selama masa senggang itu berbagai statemen dan informasi simpang siur dari pemerintah Malaysia dan sumber-sumber lain akan terus merebak susul menyusul untuk mengisi waktu dan mengubah arah investigasi fakta. Dalam konteks ini publik disuguhi oleh berita-berita seputar paspor palsu dua penumpang asal Iran – dengan asumsi bukan bagian dari skenario pembajakan yang sesungguhnya-, ideologi politik pilot, kontak pilot dengan perempuan beridentitas palsu dan tak dikenal dua jam sebelum penerbangan, penyelidikan mengenai tumpahan minyak di sekitar vietnam, kemungkinan pilot bunuh diri, dan entah apa lagi.
Media online Jahannews menyebutkan bahwa informasi-informasi seputar teori ini cukup kuat. Menurut media ini, meskipun informasi secara detail terlampau sulit diharapkan akurat mengingat skenario pembajakan sangat rumit dan terahasia, namun gambarannya secara garis besar sangatlah jelas dan cukup meyakinkan. (mm/jahannews)


Mari share berita terpercaya, bukan hoax
SOLAWAT

No comments:

Post a Comment