Thursday 1 November 2012

COMMEMORATION OF PROPHET MUHAMMAD S.A.W DECLARATION AT GHADEER KHUM DURING HAJJATUL WIDA'




إنما وليكم الله ورسوله والذين آمنوا الذين يقيمون الصلاة ويؤتون الزكاة وهم راكعون

Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). (Al-Maidah: 55)


Para ulama baik itu dari kalangan Ahlussunnah maupun Syi’ah memiliki penafsiran yang sepakat bahwa ayat ini memang ditujukan untuk menghormati Imam Ali. Ayat itu dengan jelas menunjukkan bahwa ada 3 ''Wali'' yang merupakan pemimpin kaum beriman yaitu yang pertama ialah ALLAH; yang kedua ialah RASULULLAH; dan yang ketiga ialah IMAM ALI (dengan sebelas Imam yang datang setelahnya)

Abu Dzar al-Ghifari (salah satu sahabat nabi yang mulia dan utama) pada suatu hari sedang shalat bersama Rasulullah ketika pada waktu itu datanglah seorang pengemis meminta-minta di mesjid Nabi. Tidak ada satupun yang merespon kedatangannya dan tidak ada satu orangpun yang mau memberikan sedekah padanya. Pengemis itu menengadahkan tangannya ke langit seraya memohon, “Ya, Allah! Saksikanlah aku datang ke mesjid NabiMu dan tidak ada satu orangpun yang mau memberiku sedekah.” Ali pada waktu itu sedang dalam keadaan ruku dan mendengar perkataan pengemis ini. Ali memberikan isyarat dengan kelingkingnya yang padanya ada sebuah cincin. Pengemis itu mendekati Ali dan kemudian mengambil cincin itu. Kejadian ini terjadi ketika Rasulullah ada di tempat kejadian itu dan ia menengadah ke langit seraya berdo’a:

“Ya, Allah! Saudaraku Musa telah berdo’a kepadaMu untuk membukakan dadanya dan memberikannya kemudahan dalam pekerjaannya; ia juga memohon agar lidahnya tidak terasa kelu ketika berdakwah sehingga setiap orang bisa memahami perkataannya; ia juga berdo’a agar saudaranya (Harun) dijadikan wakilnya untuk mempermudah pekerjaannya. Ya, Allah! Engkau berkata kepada Musa, “Kami akan menguatkan kedua tanganmu dengan saudaramu untuk menguatkan tulang punggungmu. Sekarang tidak ada satu orangpun yang bisa membahayakan diri kalian berdua!”

“Ya, Allah! Aku ini Muhammad dan Engkau telah memberiku keutamaan. Bukalah hatiku dan mudahkanlah pekerjaanku dan pilihlah dari keluargaku yaitu Ali sebagai wakilku untuk menguatkan tulang punggungku.” Rasulullah belum sampai selesai berdo’a ketika Jibril membawakan sebuah kabar gembira baginya (yaitu ayat di atas: QS. Al-Maidah: 55).
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
LIHAT:
  1. at Tabari; at-Tafsir; volume 6; halaman 186
  2. as-Suyuti; ad-Durrul Mantsur; volume 2; halaman 293—294
  3. ar-Razi; at-Tafsirul Kabir; volume 12; halaman 26
  4. az-Zamakhshari;  at-Tafsir (al-Kashshaf); volume 1; halaman 694
  5. al-Jassas; Ahkamul Qur’an; volume 2, halaman 542—543
  6. al-Khazin; at-Tafsir; volume 2, halaman 68
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tulisan ini hanya memberikan gambaran singkat dan tidak cukup untuk menuliskan semua referensi yang dari setiap hadits yang jumlahnya banyak sekali (ada sekitar ratusan hadits; jadi untuk menuliskannya lengkap dengan daftar sanad dan daftar pustakanya diperlukan ruang yang jauh lebih luas dari sekedar tulisan dalam blog). Ayat ini (AL-QUR’AN) ditambah dengan do’a Nabi (AL-HADITS) masing-masing memiliki kekuatan sendiri sebagai hujah dan apabila digabungkan menjadi kekuatan hujah yang jauh lebih dasyhat lagi. Hujah-hujah ini menunjukkan bahwa Ali sejak awal memang dirancang untuk menjadi Pemimpin bagi kaum beriman sepeninggal Nabi dimana hanya orang-orang berimanlah yang mau mengakui dan berwilayah kepada Imam Ali sepeninggal Nabi.







Semua perkataan Rasulullah yang telah secara eksplisit menunjukkan bahwa Ali akan menjadi penerus dan penjaga risalah Islam yang sudah kita bahas dalam tulisan yang lalu (LIHAT: Serial Ghadir Khumsebelumnya) adalah merupakan prelude atau mukadimah dari deklarasi Ghadir Khum yang agung. Rasulullah seolah-olah telah mempersiapkan sebelumnya pengangkatan Imam Ali yang akan diumumkan pada hari dan tempat yang sangat khusus. 

Peristiwa Ghadir Khum ini telah disepakati (memang terjadi) oleh para sejarahwan dan ulama baik dari kalangan Ahlussunnah maupun Syi’ah. Di sini kami akan menunjukkan apa saja persiapan yang dilakukan oleh Rasulullah sebelum Rasulullah mendeklarasikan Ali sebagai khalifah sepeninggalnya. Khalifah yang akan memimpin umat Islam menuju kesempurnaan akhlak.

Ghadir Khum itu adalah sebuah tempat yang berlokasi di Juhfa antara Mekah dan Madinah. Ketika Rasulullah sedang dalam perjalanan pulang setelah melaksanakan haji Wada, Jibril membawakan sebuah pesan atau berita yang sangat penting dari Allah Ta’ala: 

يا أيها الرسول بلغ ما أنزل إليك من ربك وإن لم تفعل فما بلغت رسالته والله يعصمك من الناس إن الله لا يهدي القوم الكافرين

“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanah-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”(QS. Al-Maidah: 67)

Rasulullah menghentikan perjalanannya seketika dan memerintahkan semua orang yang telah mendahului kafilah Rasulullah agar kembali dan berkumpul bersama Rasulullah. Rasulullah juga memerintahkan agar mereka menunggu orang-orang yang belum sampai ke tempat itu. Ketika setiap karavan telah berkumpul; ketika setiap orang hadir di tempat itu, Rasulullah memerintahkan para sahabatnya untuk membuat mimbar sederhana dari sadel unta yang ditumpuk—tumpuk. Kemudian duri-duri dari pohon akasia disingkirkan agar tidak melukai orang-orang yang hadir di sana. Rasulullah kemudian naik ke mimbar itu (agar bisa dilihat setiap orang yang hadir di sana) dan mulai memberikan khutbah yang panjang (yang dicatat oleh para penulis Rasulullah).

Hari sangat panas membakar pada waktu itu. Orang-orang yang hadir sampai harus memanjangkan pakaiannya untuk melindungi kaki mereka dan juga kepala mereka dari sengatan matahari gurun yang tiada ampun. Rasulullah memulai dakwahnya sebagai berikut:
 
“Wahai Manusia! Ketahuilah bahwa Jibril telah datang kepadaku beberapa kali membawakan perintah dari Tuhan yang maha pengampun agar aku berhenti di tempat ini dan memberitahu setiap manusia, baik yang berkulit putih maupun yang berkulit hitam, bahwa Ali, putera dari Abu Thalib, adalah saudaraku dan washy-ku (pemegang wasiat ku), dan khalifah sepeninggalku, dan Imam setelahku. Kedudukan dia terhadapku seperti kedudukan Harun terhadap Musa, hanya tidak ada lagi Nabi setelahku. Dan ia adalah pemimpin kalian setelah Allah dan RasulNya.”
“Wahai manusia! Sesungguhnya Allah telah mengangkatnya menjadi Imam dan pemimpin kalian. Ketaatan kepadanya diwajibkan baik bagi Muhajirun maupun Anshar dan bagi mereka yang mengikuti dalam kemuliaan; juga bagi para penduduk kota dan kaum pengembara (nomad); orang Arab maupun ‘Ajam (non-Arab); orang merdeka maupun hamba sahaya; yang muda maupun yang tua; yang besar maupun yang kecil; yang putih maupun yang hitam. Perintahnya haruslah kalian patuhi; kata-katanya bersifat mengikat; dan anjurannya adalah kewajiban untuk ditaati oleh mereka yang percaya bahwa Tuhan itu Esa. Terkutuklah orang-orang yang membangkang perintahnya dan diberkahilah orang-orang yang setia mengikutinya; dan mereka yang beriman kepada dia adalah termasuk orang-orang yang takwa” 
“Wahai manusia! Ini adalah terakhir kalinya aku berdiri di hadapan kalian dalam sebuah majelis. Oleh karena itu, dengarlah aku dan patuhilah aku dan berserah dirilah kepada perintah Tuhanmu. Sesungguhnya Allah, Dia adalah pemimpin dan Tuhanmu; dan setelahNya adalah RasulNya, Muhammad, yang sedang berbicara kepada kalian. Dia adalah pemimpin kalian; kemudian setelahku adalah Ali. Dialah pemimpin kalian dan Imam kalian sesuai dengan apa yang telah diperintahkan Allah kepada kalian untuk dipatuhi. Dan setelahnya ada Imamah yang akan berlangsung melalui keturunanku dan akan lahir darinya hingga hari dimana kalian akan bertemu dengan Allah dan RasulNya”
“Wahai manusia! Bacalah Al-Qur’an dan pahamilah ayat-ayatnya; renungkanlah ayat-ayat yang terang dan jangan pertentangkan ayat yang membingungkan. Karena, demi Allah, tidak ada seorangpun (selain Rasulullah—red) yang mampu menjelaskan dengan benar dan terang apa yang terkandung di dalamnya baik itu maknanya maupun perintahnya kecuali orang ini (sambil memegang tangan Imam Ali) yang tangannya saya angkat di hadapan kalian. Dan aku berkata kepada kalian bahwa BARANGSIAPA YANG MEJANDIKANKU PEMIMPINNYA, MAKA ALI ADALAH PEMIMPINNYA; dan ia adalah Ali putera Abu Thalib, saudaraku  dan WASHY-ku; dan WILAYAH-nya (ketaatan kepadanya dan kecintaan kepadanya) adalah kewajiban yang telah diamanatkan oleh Allah yang    maha kuat dan maha tinggi.”
Nama-nama Imam yang lain juga disebutkan dalam pidato ini dan hadits-hadits yang menyebutkan nama-nama Imam itu juga ada dan menunjukkan tingkat presisi yang sangat tepat. Misalnya sebuah hadits yang menggambarkan Rasulullah sedang menyapa Husein bin Ali bin Abi Thalib dengan sapaan sebagai berikut:

“Engkau adalah seorang Imam, putera dari seorang Imam, saudara dari seorang Imam, dan sembilan orang dari keturunanmu akan menjadi seorang Imam yang shaleh; yang kesembilan dari mereka akan menjadi al-Qaim (ia yang akan bangkit)”.

LIHAT:
  1. Al-Qunduzi: Yanabi’ul Mawaddah; halaman 168
  2. Amritsari: Arjahul matalib; halaman 448
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tidak perlu kecerdasan yang tinggi untuk memahami betapa pentingnya masalah suksesi kepemimpinan ini dalam Islam dengan landasan pemikiran bahwa apabila Rasulullah tidak pernah menunjuk seorang pemimpin setelahnya maka umat akan kebingungan dan akan terjadi pergesekan horisontal memperebutkan kekuasaan, yang pada akhirnya akan menjadi sebuah cacat sejarah yang memalukan (walau ini memang akhirnya terjadi—red). 

Rasulullah mempersiapkan segala sesuatunya—atas perintah Allah—agar proses pelantikan ini berjalan dengan baik. Bisa kita bayangkan beliau menaiki mimbar di tengah terik matahari yang menyengat untuk melangsungkan prosesi ini. Ini sekaligus menunjukkan bahwa pelantikan ini sangat penting. Atau maha penting. 

Pertama-tama, Rasulullah memberitahu kepada khalayak bahwa beliau hendak wafat dalam waktu yang sangat dekat. Kemudian beliau meminta mereka untuk menyaksikan bahwa tugas kenabiannya telah selesai. Kemudian beliau bertanya kepada mereka: 

“Apakah aku memiliki hak terhadap kalian melebihi hak kalian terhadap diri kalian?”

Setiap yang hadir menjawab bahwa Rasulullah memang memiliki hak lebih terhadap diri mereka daripada mereka terhadap dirinya sendiri.
Kemudian Rasulullah melanjutkan:

“Barangsiapa yang menjadikan diriku pemimpin, maka Ali adalah pemimpinnya.”

Kemudian Rasulullah memanjatkan do’a untuk memberikan berkah kepada Ali:

“Ya, Allah! Cintailah mereka yang mencintai Ali, dan jadikanlah musuhMu orang-orang yang memusuhi Ali; berilah pertolongan kepada dia yang mau menolong Ali dan tinggalkan dia yang meninggalkan Ali.”

Ketika upacara pelantikan itu selesai, maka turunlah ayat al-Qur’an berikut ini:

اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا
  
“ Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu” (QS. Al-Maidah: 3)

Wahyu yang turun langsung dihadapan khalayak ramai ini dengan jelas menunjukkan bahwa karena pengangkatan Imam Ali menjadi seorang Imam maka agama ini menjadi lengkap sempurna; kenikmatan juga telah dicukupkan; dan keridhoan Allah telah digenapkan; serta agama Islam telah diridhoi oleh Allah.

Setelah turunnya ayat ini serempak orang-orang mengucapkan selamat kepada Ali bin Abi Thalib di hadapan Rasulullah. Orang-orang begitu padat berduyun-duyun seolah-olah sedang merayakan hari raya semuanya menuju ke satu titik dimana Rasulullah dan Ali berada.

Beberapa pujangga mulai menuliskan syair-syair dan puisinya untuk mengabadikan peristiwa bersejarah itu. Banyak sekali orang yang menuliskan atau mengingat peristiwa bersejarah ini lekat-lekat dan sebagiannya tertulis dalam hadits-hadits yang nanti akan kita bicarakan kemudian. 

BERIKUT INI SENGAJA DIAMBIL LANGSUNG DARI KHASANAH ILMU AHLUSSUNNAH (diambil dari kitab-kitab yang ditulis dan digunakan oleh saudara-saudara kita dari kalangan Ahlussunnah). Berikut adalah petikan khutbah Rasulullah yang sangat legendaris itu: 

“Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara yang amat berharga yaitu (1) Kitabullah dan (2) Ahlul Baytku (wa Ittrati) yang merupakan anggota-anggota keluargaku. Mereka tidak akan berpisah satu sama lainnya hingga mereka menemuiku di dekat telaga Kautsar (sebuah telaga di surga). Sesungguhnya Allah adalah pemimpinku dan Aku ini pemimpin dari setiap orang beriman.”




Kemudian Rasulullah memegang tangan Imam Ali dan berkata: 

“Barangsiapa yang menjadikan aku pemimpinnya, maka Ali adalah juga pemimpinnya.”


Kedua hadits di atas biasanya masing-masing memiliki nama julukan. Hadits yang pertama dijuluki hadits ats-Tsaqalayn (dua perkara yang berharga); sedangkan hadits yang lainnya disebut dengan hadits wilayah (kepemimpinan). Kedua hadits itu baik secara terpisah maupun secara kesatuan dalam hadits yang sama dengan redaksi yang lebih panjang keduanya diriwayatkan oleh banyak sekali ahli hadits. Ada ratusan orang jumlahnya dan terlalu naif apabila hadits itu diabaikan begitu saja.


Nawwab Siddiq Hasan Khan dari Bhopal, India, berkata:
“al-Hakim Abu Said berkata bahwa hadits “dua perkara yang berharga” itu dan hadits “barangsiapa menjadikanku pemimpin, maka Ali juga pemimpinnya” itu keduanya adalah hadits mutawatir (atau diriwayatkan secara tak terputus oleh banyak sekali orang sehingga takkan mungkin diragukan lagi kesahihannya), karena sejumlah besar para sahabat Nabi masing-masing meriwayatkan hadits-hadits ini. Begitu banyaknya hadits ini sehingga Muhammad ibn Jarir (seorang ulama ahlussunnah—red) saja menuliskan kedua hadits tersebut di atas dengan melalui 75 rantai sanad yang berbeda! Dan bahkan hebatnya lagi ia malah harus membuat sebuah buku khusus tentang hadits-hadits itu yang ia berijudulKITABUL WILAYAH.” 
“al-Hafidz adh-Dhahabi (juga seorang ulama ahlussunnah) juga menulis sebuah buku yang detail sekali tentang sanad dari kedua hadits itu dan pada akhirnya ia memberikan fatwa tentang mutawatir-nya hadits itu”
“Abul Abbas ibn Uqbah telah meriwayatkan hadits tetang peristiwa Ghadir Khum melalui 150 rantai sanad dan kemudian ia menulis buku tentang itu dengan sangat rinci sekali”
(LIHAT: Siddiq Hasan Khan: Manhajul Wusul, halaman 13)
Beberapa penulis yang fanatis buta mencoba untuk melemparkan keraguan terhadap kesahihan dari peristiwa Ghadir Khum ini akan tetapi mereka menemui kegagalan sama sekali. Ingatlah sekali lagi bahwa hadits-hadits ini mutawatir dan sesuatu yang disepakati oleh banyak orang takkan mungkin dirusak oleh beberapa gelintir orang yang penuh kedengkian.


Al-Allamah Al-Amini—seorang ulama terkenal—menulis sebuah kitab yang juga sama terkenalnya yaitual-Ghadir. Dalam kitab itu ia menuliskan sebanyak 110 sahabat ternama Rasulullah (lengkap dengan kitab-kita referensi yang ia rujuk) yang meriwayatkan hadits-hadits tersebut di atas. Belum pernah ada hadits yang memiliki rantai sanad yang sangat kuat sekuat hadits-hadits tentang pelantikan Imam Ali di Ghadir Khum sehingga tidak mungkin lagi ada peluang untuk meragukan hadits tersebut kecuali kalau ada motif buruk dari orang yang meragukannya.


Sebagai contoh saja di sini kami akan menyebutkan nama-nama para sahabat yang meriwayatkan hadits-hadits tentang pelantikan Imam Ali. Kami akan menuliskan para sahabat yang namanya dimulai dari huruf Alif saja (namanya akan dituliskan sebelum tahun meninggalnya):
  1. Abu Layla al-Ansari, meninggal tahun 37H
  2. Abu Zaynab ibn Auf al-Ansari
  3. Abu Fadalah al-Ansari, meninggal tahun 38H
  4. Abu Qudamah al-Ansari
  5. Abu Amrah ibn Amr ibn Muhassin al-Ansari
  6. Abul Haytham ibn at-Tayyihan, meninggal tahun 37H
  7. Abu Rafi al-Qibti, hamba sahaya Rasulullah
  8. Abuu Dhuwayb Khuwaylid (atau Khalid) ibn Khalid al-Hudhali
  9. Usamah ibn Zayd ibn Haritsah, meninggal tahun 54H
  10. Ubayd ibn Ka’ab al-Ansari, meninggal tahun 30 atau 32
  11. As’ad ibn Zurarah al-Ansari
  12. Asma binti Umays
  13. Ummu Salamah, isteri Rasulullah
  14. Ummu Hani binti Abi Thalib
  15. Abu Hamzah Anas ibn Malik al-Ansari
  16. Abu Bakar ibn Abi Quhafah
  17. Abu Hurayrah
(LIHAT: al-Amini: al-Ghadir, volume 1, halaman 14—18)


Dan ada kurang lebih 84 tabi’in (murid-murid yang belajar pada para sahabat Rasulullah) yang meriwayatkan hadits-hadits ini dari jalur para sahabat yang sebagian namanya dituliskan di atas. Di sini kami akan tuliskan contohnya. Nama-nama tabi’in  yang diambil di sini yang namanya dimulai dari Alif:
  1. Abu Rashid al-Hubrani ash-Shami
  2. Abu Salamah ibn Abdir-rahmah ibn Auf
  3. Abu Sulayman al-Mu’adhin
  4. Abu Salih as-Samman, Dhakwan al-Madani
  5. Abu Unfuwanah al-Mazini
  6. Abu ‘Abdir-rahman al-Kindi
  7. Abul Qasim, Asbagh ibn Nutabah at-Tamimi
  8. Abu Layla al-Kindi
  9. Iyas ibn Nudhayr
(LIHAT: al-Amini: al-Ghadir, volume 1, halaman 14—18)


Para ahli hadits telah mencatat hadits-hadits ini dalam kitab-kitab mereka selama berabad-abad dan pada setiap jaman. Sebagai contoh di sini kami akan menuliskan nama-nama para penulis dan ulama yang telah meriwayatkan hadits ini pada abad kedua Hijriah:
  1. Abu Muhammad, ‘Amr ibn Dinar al-Jumahi al-Makki, meniggal tahu 115H atau 116H
  2. Abu Bakar Muhammad ibn Muslim ibn Ubaydillah al-Qurashi az-Zuhri, meninggal tahun 124
  3. Abdurrahman ibn Qasim ibn Muhammad ibn Abi Bakr at-Taymi al-Madani, wafat tahun 126H
  4. Bakr ibn Sawadah ibn Thumamah, Abu Thumamah al-Basri, meninggal tahun 128H
  5. ‘Abdullah ibn Abi Najih, Yasar ath-Thaqafi, Abu Yasar al-Makki, meninggal tahun 131H
  6. al-Hafiz Mughirah ibn Muqassim, Abu Hisham ad-Dabbi al-Kufi, meninggal tahun 133H
  7. Abu Abdirrrahim Khalid ibn Zayd al-Jumahi al-Misri, meninggal tahun 139H
  8. Hasan ibn al-Hakam an-Nakha’I al-Kufi, meninggal tahun 140H
  9. Idris ibn Yazid, Abu Abdillah al-Awdi al-Kufi,
  10. Yahya ibn Said ibn Hayyan at-Taymi al-Kufi
  11. al-Hafiz ‘Abdul Malik ibn Abi Sulayman al-Arzami al-Kufi, meninggal tahun 145H
  12. Awf ibn Abi Jamilah al' Abdi al-Hajari al-Basri, meninggal tahun 146H
  13. Ubaydullah ibn Umar ibn Hafs ibn Asim ibn Umar ibn al-Khattab al ‘Adawi al-Madani, meninggal tahun 147H
  14. Nu’aym ibn al-Hakim al-Madayini, meninggal tahun 148H
  15. Thalhah ibn Yahya ibn Thalhah ibn Ubaydillah at-Taymi al-Kufi, meninggal tahun 148H
  16. Abu Muhammad Kathir ibn Zayd al-Aslami, meninggal tahun 150H
  17. al-Hafiz Muhammad ibn Ishaq al-Madani, meninggal tahun 151 atau 152H
  18. al-Hafiz Mu’ammar ibn Rashid, Abu ‘Urwah al-Azdi al-Basri, meninggal tahun 153 atau 154H
  19. al-Hafiz Mis’ar ibn Kidam ibn Zahir al-Hilali ar-Rawasi al-Kufi, meninggal tahun 153 atau 155H
  20. Abu Isa Hakam ibn Aban al-‘Adani, meninggal tahun 154 atau 155H
  21. Abdullah ibn Shawdhab al-Balkhi al-Basri, meninggal tahun 157H
  22. al-Hafiz Shu’bah ibn al-Hajjaj, Abu Bistam al-Wasiti, meninggal tahun 160H
  23. al-Hafiz Abul ‘Ala, Kamil ibn al-‘Ala at-Tamimi al-Kufi, meninggal tahun 160H
  24. al-Hafiz Sufyan ibn Sa’id ath-Thawri, Abu ‘Abdillah al-Kufi, meninggal tahun 161H
  25. al-Hafiz Israil ibn Yunus ibn Abi Ishaq as-Sabi’i Abu Yusuf al-Kufi, meninggal tahun 162H
  26. Ja’far ibn Ziyad al-Kufi al-Ahmar, meninggal tahun 165 atau 167H
  27. Muslim ibn Salim an-Nahdi, Abu Farwah al-Kufi
  28. al-Hafiz Qays ibn ar-Rabi, Abu Muhammad al-Asadi al-Kufi, meninggal tahun 165H,
  29. al-Hafiz Hammad ibn Salamah, Abu Salamah al-Basri, meninggal tahun 167H
  30. al-Hafiz ‘Abdullah ibn Lahi’ah, Abu ‘Abdir-Rahman al-Misri, meninggal tahun 174H
  31. al-Hafiz Abu ‘Uwanah al-Waddah ibn ‘Abdillah al-Yashkuri al-Wasiti al-Bazzaz, meninggal tahun 175 atau 176H
  32. al-Qadi Sharik ibn ‘Abdillah Abu ‘Abdillah, Abu ‘Abdillah an-Nakhai al-Kufi, meninggal tahun 177H
  33. al-Hafiz ‘Abdullah (atu Ubaydullah) ibn Ubaydur-Rahman (atau Abdurrahman) al-Kufi, Abu Abdir-Rahmanal-Ashja’I, meninggal tahun 182H
  34. Nuh ibn Qays, Abu Rawh al-Huddani al-Basri, meninggal tahun 183H
  35. al-Muttalib ibn Ziyad ibn Abi Zuhayr al-Kufi, Abu Talib, meninggal tahun 185H
  36. al-Qadi Hassan ibn Ibrahim al-‘Anazi, Abu Hashim, meninggal tahun 186H
  37. al-Hafiz Jarir ibn ‘Abdil- Hamid, Abu Abdillah ad-Dabbi al-Kufi ar-Razi, meninggal tahun 188H
  38. al-Fadl ibn Musa, Abu Abdillah al-Marwazi as-Sinani, meninggal tahun 192H
  39. al-Hafiz Muhammad ibn Ja’far al-Madani al-Basri, meninggal tahun 193H
  40. al-Hafiz Isma’il ibn ‘Uliyyah, Abu Bishr ibn Ibrahim al-Asadi, meninggal tahun 193H
  41. al-Hafiz Muhammad ibn Ibrahim, Abu Amr ibn Abi Adiyy as-Sulami al-Basri, meninggal tahun 194H
  42. al-Hafiz Muhammad ibn Khazim, Abu Mu’awiyyah at-Tamimi ad-Darir, meninggal tahun 195H
  43. al-Hafiz Muhammad ibn Fudayl, Abu Abdir-Rahman al-Kufi, meninggal tahun 195H
  44. al-Hafiz al-Wakil ibn al-Jarrah ar-Ru’asi al-Kufi, meninggal tahun 196H
  45. al-Hafiz Sufyan ibn Uyaynah, Abu Muhammad al-Hilali al-Kufi, meninggal tahun 198H
  46. al-Hafiz ‘Abdullah ibn Numayr, Abu Hisham al-Hamdani al-Kharifi, meninggal tahun 199H
  47. al-Hafiz Hanash ibn al-Harith ibn Laqit an-Nakha’I al-Kufi
  48. Abu Muhammad Musa ibn Ya’qub az-Zama’I al-Madani
  49. al-‘Ala ibn Salim al-‘Attar al-Kufi
  50. al-Azraq ibn Ali ibn Muslim al-Hanafi, Abul-Jahm al-Kufi
  51. Hani ibn Ayyub al-Hanafi al-Kufi
  52. Fudayl ibn Marzuq al-Agharr ar-Ru’asi al-Kufi, meninggal tahun 160H
  53. Abu Hamzah Sa’d ibn Ubaydah as-Sulami al-Kufi
  54. Musa ibn Muslim al-Hizami ash-Shaybani, Abu Isa al-Kufi at-Tahhan (Musa as-Saghir)
  55. Ya’qub ibn Jafar ibn Abi Katsir al-Ansari al-Madani
  56. Utsman ibn Sa’d ibn Murrah al-Qurashi, Abu ‘Abdillah (Abu ‘Ali) al-Kufi
(LIHAT: al-Amini; al-Ghadir, volume 1, halaman 73—81)


Hadits-hadits ini secara terus menerus diriwayatkan oleh begitu banyak perawi (ruwat) pada setiap masa hingga rantaian perawi ini membuat hadits-hadits itu sangat mutawatir. Di antara para ulama dan penulis yang telah meriwayatkan hadits-hadits ini paling tidak kita cukup mengambil salah satunya yaitu al-‘Allamah al-Amini yang telah menuliskan dan mengurutkan sebanyak 360 nama ulama yang ia ambil pada abad ke-14 saja.


(LIHAT: al-Amini; al-Ghadir, volume 1, halaman 73—151)


Ada beberapa kalangan yang mencoba-coba untuk menimbulkan keraguan atas para sanad (asnad) dari hadits-hadits ini. Karena setiap santri yang meneliti hadits tahu bahwa apabila suatu hadits itu dikatakan mutawatir,  maka tidak perlu lagi melihat sanad dari hadits tersebut karena sanda yang satu akan menguatkan sanad yang lain. Akan tetapi untuk memperlihatkan kepada anda betapa dangkalnya tuduhan yang mereka lemparkan itu, maka kami akan memberikan sebuah uraian dari beberapa ulama terkenal pada masa lampau dan itu akan kita bahas pada SERIAL GHADIR KHUM 7.




taken and translated from IMAMATE—an amazing work of Sayyid Saeed Akhtar Rizvi.

NOTE : TQ BLOGGER ISLAM ITU CINTA APEP WAHYUDDIN Foto Saya

SOLAWAT

No comments:

Post a Comment