Thursday 22 August 2013

malaysiakini interviews regarding Shiah in Malaysia / Datuk Seri Abdul Hadi : Pemikiran Syiah di Malaysia tidak dapat dinafikan


BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Presiden Partai Islam se Malaysia:
 Pemikiran Syiah Besar Pengaruhnya bagi Kemajuan Islam di Malaysia

Menurut ulama Malaysia dan juga Presiden Partai Islam se Malaysia, Datuk Seri Abdul Hadi tersebut sumbangsih pemikiran Syiah bagi kemajuan dan perkembangan Islam di Malaysia tidak bisa dinafikan. Menurutnya itu adalah fakta sejarah dari kurun-kurun sebelumnya yang tidak bisa dibantah. 

 

 Pemiran Syiah Besar Pengaruhnya bagi Kemajuan Islam di Malaysia
Menurut Kantor Berita ABNA, Datuk Seri Abdul Hadi Presiden Partai Islam se Malaysoa dalam sebuah pertemuan di Terangganu Malaysia rabu (30/8) menyatakan,  "Musuh-musuh Islam bertekad untuk menjebak muslim Sunni dan Syiah untuk terus berpecah belah dan saling berselisih untuk mencegah terwujudnya persatuan dikalangan dua mazhab besar Islam ini."
"Hal ini harus menjadi perhatian besar para cendekiawan dan ulama Islam untuk bisa menyelesaikannya." Tambahnya.
Menurut ulama Malaysia dan juga Ahli Parlemen Marang tersebut sumbangsih pemikiran Syiah bagi kemajuan dan perkembangan Islam di Malaysia tidak bisa dinafikan. Menurutnya itu adalah fakta sejarah dari kurun-kurun sebelumnya yang tidak bisa dibantah.
Menurutnya lagi, adanya isu ikhtilaf dan perpecahan antara Sunni dan Syiah adalah isu yang sengaja dihembuskan untuk membuat sibuk umat Islam sehingga lupa dengan rezim Israel yang masih terus menebar kejahatan di bumi Palestina. "Blok Barat dan rezim Israel yang sedang melakukan konspirasi untuk menghalangi kebangkitan Islam di negara-negara kawasan, itulah musuh bersama kita. Bukan saudara sendiri yang berbeda mazhab."
"Kami mencita-citakan kebangkitan Islam dan sedang berada di jalan itu. Umat Islam diseluruh dunia akan mencapai kemenangan." Tambahnya optimis.
"Untuk melalaikan kaum muslimin dari poros kebangkitan Islamlah, dihembuskanlah perbedaan dan perselisihan antar mazhab." Lanjutnya lagi.
Presiden Partai Islam Semalaysia tersebut lebih jauh mengingatkan umat Islam agar tidak terperangkap dalam agenda yang melemahkan umat Islam dengan memanfaatkan isu Sunni - Syiah. Menurut beliau isu perbedaan mazhab tersebut hanya menjauhkan umat dari kebangkitan Islam di seluruh dunia hari ini di samping melupakan musuh yang sebenarnya yaitu rezim Zionis dan negara adi kuasa.

Menurutnya isu-isu ikhtilaf antar mazhab hanyalah wewenang para ahli agama dan sarjana Islam untuk membahas dan mendiskusikannya bukan oleh orang-orang jahil dan bodoh, sebab hanya akan semakin memperkeruh suasana.

“Dalam hal ini kita kena sadar dalam masalah mazhab ini sepatutnya hanya dibincangkan oleh ahli-ahli ilmu, jangan yang bodoh. Dalam Sunni ada yang bodoh, dalam Syiah pun ada yang bodoh dan ini ‘penyakit’ yang kita sedang hadapi hari ini,” tambahnya lagi.

MALAYSIAKINI INTERVIEWS***klik-klik-klik




SHIA-SUNNI: QUASHING RUMOURS( INTERVIEW KAMILZUHAIRI WITH MALAYSIAKINI )

http://www.youtube.com/watch?feature=player_embedded&v=h6_sukNCPPg


MAKING SENSE OF THE SUNNI SHIA SPLIT ( SUNNI USTAZ WAN JI )

http://www.youtube.com/watch?feature=player_embedded&v=DduXz5THSGg






MALAY SHIA : DON"T LINK US TO IRAN OR HEZBOLLAH ( MALAYSIA KINI INTERVIEW WITH KAMILZUHAIRI )


http://www.youtube.com/watch?feature=player_embedded&v=PuRulf-ZsBE



Engage Syiah followers first, says Khairy

Leven Woon
 | August 22, 2013
Umno Youth chief Khairy Jamaluddin urges the government to take a moderate stance.
PUTRAJAYA: Umno Youth chief Khairy Jamaluddin has called on the government to engage the followers of Syiah Islam amid the government’s recent crackdown on the religion minority, which saw several Syiah practitioners charged in court.
“We should handle it a bit better. We should engage these people before we crackdown on them,” Khairy told FMT.
“We have to find a more moderate basis. (Making an arrest) is an option for the government but the process of engagement is important.”
The Youth and Sports Minister, however, was non-committal when asked whether Shi’ism should be deemed illegal in Malaysia where the authorities only subscribe to Sunni Islam.
Khairy’s name was found on the signatory list of the Amman Messages, an initiative by the King of Jordan to promote diversity in Islam and oppose discrimination against Syiah and other non-Sunni Muslims.
Other Malaysian leaders and scholars who signed the accord in 2005 included the then prime minister Abdullah Ahmad Badawi; Perlis Menteri Besar Shahidan Kassim; and opposition leader Anwar Ibrahim.
However, when asked to confirm whether he has indeed signed the accord, Khairy said he could not remember doing so.
“I got to check. That was like a few years back,” he said today.
The Amman Messages compel signatories to recognise schools of jurisprudence within the Sunni, Syiah, Ibadi and Thahiri expessions of Islam
The first point of the agreement declared: “Whosoever is an adherent to one of the four Sunni schools of Islamic jurisprudence (Hanafi, Maliki, Shafi‘i and Hanbali ), the two Shi‘i schools of Islamic jurisprudence (Ja‘fari and Zaydi), the Ibadi school of Islamic jurisprudence and the Thahiri school of Islamic jurisprudence, is a Muslim. Declaring that person an apostate is impossible and impermissible.”
The signatories were also not allowed to declare the practitioners of Sufism and Salafism as apostates.
The third point pertained to the issuance and limitation of fatwas.
“No one may issue a fatwa without the requisite personal qualifications, which each school of Islamic jurisprudence determines [for its own adherents],” it read.
In recent weeks, Malaysian religious authorities have taken steps to curb Syiah practitioners in the country.
On Tuesday, two individuals including a female doctor, Nur Azah Abdul Halim, were charged with possession of documents and books on Syiah teachings at the Taiping syariah court.
If found guilty, Nur Azah, 41 and Mohammad Ridzuan Yusof, 31, could be fined RM3,000 or sentenced to two years jail or both.
Meanwhile, the Johor Religious Department (JAJ) said it had detected the presence of over 1,000 Syiah followers in Johor with many of them active in Johor Baharu and Kluang districts.
In Kuala Terengganu, the state religious department said the group was spreading the Syiah ideology especially among the students of institutions of higher learning (IPT) and professional groups in the state.
Also on Tuesday, Minister in the Prime Minister Department Jamil Khir Baharom who is in charge if Islamic affairs, said followers of Syiah Islam were allowed to practice their religion in Malaysia but not to propagate it among local Muslims.

RENCANA

Syiah:Betul atau salah serah kepada masyarakat? - Zahiruddin Zabidi

AUGUST 22, 2013
Islam adalah agama yang menetapkan umatnya bersikap wasath. Meskipun wasatiyyah kemudian diterjemahkan sebagai kesederhaan atau moderate namun ia tidak menepati dimensi wasath yang dijelaskan oleh al-Qur’an dan yang dipraktiskan dalam al-Sunnah. Prof Dr Shaykh Yusuf al-Qaradawi antara yang banyak menulis dan memberikan komentar terhadap konsep pemikiran wasatiyyah dalam bukunya.
Al-Wasath menurut Imam Ibn Kathir r.h. dalam tafsirnya adalah ‘pilihan yang terbaik’, ummatan wasath adalah umat yang sentiasa membuat pilihan yang terbaik berdasarkan neraca al-Qur’an dan al-Sunnah. Seerti dengannya adalah khayra ummah yakni umat yang terbaik. Wasath juga seringkali dinisbahkan sebagai al-`Adl (keadilan) dan al-Hikmah (kebijaksanaan). Semuanya berkenaan dengan melakukan sesuatu pada tempat yang terbaik, masa terbaik, keadaan terbaik, pemilihan terbaik dan seumpama.
Semua sifat dan sikap di atas hanya dapat dicapai dengan ilmu, dan sebagai seorang Muslim yang mana Islam adalah agama yang meletakkan ilmu dan aktiviti keilmuan (intelektual) di tempat sangat utama dan tinggi, istilah murid (mim-waw-ra-ya-dal) yang bermaksud orang yang berkehendak (barangkali istilah ini kemudian dipinjamkan dalam bahasa Melayu menjadi ‘murid-murid’) adalah istilah yang sesuai bagi seorang Muslim yang sentiasa cintakan ilmu secara kolektif dan bukan secara partikal sahaja.
Justeru sebagai seorang murid paling tidak ada empat perkara yang mesti dihapuskan dalam diri seseorang itu:
1. Taqlid buta: Mengikuti seseorang, amalan atau pemikiran tanpa ilmu yakni hujah dan dalil yang sahih daripada al-Qur'an dan al-Sunnah khususnya dalam bab aqidah dan ibadah 2. Ta`asub: Kepada diri sendiri, individu (biasanya dalam ajaran sesat dan pengikut memang dimanipulasi untuk ta`asub kepada kesaktian yang direka-reka, kumpulan (biasanya dalam jemaah atau parti politik) dan ideologi (Komunisme, Nasionalisme, Liberalisme, Feminisme dll.) 3. Jumud: Menyempitkan ajaran agama yang luas berdasarkan kefahaman sendiri yang tidak menepati Islam sebagai agama rahmat 4. Ghuluw: Melampau dalam segenap segi sama ada dalam memudahkan dan menyusahkan, menghalalkan pertumpahan darah atas nama agama dan melakukan sesuatu atas nama agama sedangkan tidak menepati langsung ajaran agama itu sendiri.
Apabila bertaqlid buta tanpa ilmu yang sahih berasaskan al-Qur’an dan al-Sunnah, seseorang akan menjadi ta`asub secara membabi buta, seterusnya menjadi sangat jumud dan akhirnya membuahkan tindakan ekstrem/melampau yang mungkin diyakininya atas nama agama namun hakikatnya atas kehendak nafsu individu yang berkepentingan.
Keempat-empat ciri ini adalah antara berpunca daripada kejahilan individu dan masyarakat yang akhirnya menyebabkan fitnahnya terpalit kepada Islam semula. Banyak perkara yang terpesong daripada aqidah dan syariat Islam berpunca daripada empat sikap ini yang menguasai individu dan masyarakat Muslim. Contoh yang paling mudah adalah dengan meninjau modus operandi ajaran sesat yang muncul selama ini.
Syria, Syiah dan Malaysia
Krisis kemanusiaan di Syria yang masih berlanjutan menyebabkan pelbagai persoalan muncul dalam mencerap apakah isu sebenar di sana dan apakah pula jalan penyelesaiannya? Secara umum ada tiga isu berlegar di sana iaitu; 1. Pertembungan Syiah dan Sunni, 2. Pertembungan negara blok Sosialis dan blok Kapitalis, 3. Pertembungan mauqif (ketetapan pendapat) sesama ulama sunni sendiri termasuk gerakan Islam dalam isu Syria.
Lebih menarik, isu Syria juga menyemarakkan kembali isu komuniti Syiah di Malaysia sehingga ia semakin diberi perhatian dan dibincangkan di media dan masyarakat awam. Komuniti Syiah dan ajarannya dianggap sebagai ancaman kepada kedamaian dan kerukunan masyakarat Muslim Malaysia yang berpegang kepada Ahl al-Sunnah wa al-Jama`ah.
Masyarakat awam dikejutkan dengan pelbagai data yang mengkhabarkan bagaimana ramainya dan suburnya ajaran Syiah di Malaysia bahkan pihak komuniti Syiah sendiri mendakwa penganut Syiah sudah mencecah ratusan ribu orang meskipun dinafikan oleh pihak berkuasa berkaitan agama Islam negeri dan peringkat kerajaan pusat.
Terbaru, pihak berkuasa berkaitan agama Islam melakukan penangkapan dua orang individu yang disyaki penganut Syiah kerana hanya memiliki bahan bacaan Syiah. Ini menimbulkan respon yang pelbagai. Sebelum ini juga ada beberapa tangkapan dan serbuan dibuat terhadap komuniti dan tempat ibadah ritual (hauzah) penganut Syiah malah ada yang didakwa.
Persoalannya, apakah ada undang-undang untuk menyekat penganut fahaman Syiah dan apakah tindakan undang-undang adalah jalan yang terbaik bagi mengekang fahaman Syiah terus berkembang dalam masyarakat Malaysia?
Respon di media massa
Meskipun media massa perdana milik kerajaan giat mengadakan bual bicara dan laporan berita bagi memberikan penerangan kepada rakyat Malaysia secara umum mengenai Syiah namun media alternatif yang menjadi tumpuan utama generasi gajet dan jalur lebar banyak menerbitkan artikel, rencana mahupun surat pembaca yang menyatakan bantahan terhadap apa yang dilakukan oleh pihak berkuasa kepada komuniti Syiah di Malaysia.
Kebanyakan tulisan ditulis dengan nada bahasa undang-undang dan hak asasi manusia (HAM) yang dilihat membela dengan mengatakan bahawa komuniti Syiah mempunyai hak untuk mempraktiskan dan mengamalkan kepercayaan mereka. Sedangkan bagi pihak berkuasa berkaitan agama Islam (kerana hanya Malaysia yang ada!) dan masyarakat awam di Malaysia mereka adalah ancaman. 
Atas dasar Malaysia adalah sebuah negara yang mengamalkan demokrasi dan kebebasan bersuara, tindakan bersifat undang-undang yang diambil kepada penganut ajaran Syiah dilihat sebagai suatu bentuk penindasan kepada komuniti minoriti dan amalan ajaran yang berlainan dengan pegangan umum Muslim di Malaysia.
Sedangkan hujah yang digunakan untuk melawan mereka adalah hujah bersifat keagamaan (theology) dan hanya dipandang sebagai bersifat berkepentingan dan manipulatif oleh pihak berkuasa agama. Hujah agamawan dan pegawai kerajaan ini juga pastinya dipandang lekeh dan pesimis oleh golongan yang cenderung kepada perjuangan HAM dan kebebasan bersuara mutlak.
Dato’ Seri Abdul Hadi Awang selaku presiden PAS dilihat cuba meredakan ketegangan dengan mengajak kerajaan dan masyarakat menilai isu Syiah secara ilmiah dan akademik bukan daripada perspektif politik semata-mata. PAS sentiasa dilihat lunak dalam menangani isu Syiah dan konsisten dengannya manakala Umno melalui jentera kerajaan dilihat oleh PAS sedang menangguk di air keruh dalam isu Syiah di Malaysia ini. [lihat http://bm.harakahdaily.net/]
Masyarakat perlu dibijakkan melalui wacana
Syiah adalah realiti yang wujud ribuan tahun malah tidak dapat dipisahkan lagi daripada sejarah dan ketamadunan Islam dan dunia itu sendiri. Meskipun ada usaha dan pendapat menyatakan Syiah bukan daripada Islam kerana perbezaan ketara dalam usul `aqidah (fundamental) dan ritual ibadat mereka yang pelik dan ekstrem (dari kaca mata ajaran al-Qur’an dan al-Sunnah malah fitrah kemanusiaan sekalipun), namun untuk menghapuskannya sama sekali adalah suatu kemustahilan.
Ini kerana Syiah adalah entiti sejarah yang seiring dengan sejarah perkembangan Islam itu sendiri dan Syiah juga dari awal menjenamakan diri mereka sebagai sebahagian daripada Islam melalui penggunaan istilah seperti - Muslim Shi`i, Islamic Republic of Iran (Republik Islam Iran), Mullah, Ayatullah, Hizbullah dan seumpamanya. Dari sudut akidah, meskipun Sunni dan Shi`ah mempunyai beza yang ketara, namun Allah dan Nabi Muhammad tetap adalah Tuhan dan Rasul yang diimani bersama.
Hal berkaitan istilah ini bertepatan dengan ulasan Prof Dr Tariq Ramadan dalam artikelnya berjudul Beyond Islamism di mana beliau menyatakan kekeliruan istilah menyebabkan kesan yang besar dan fatal kepada Islam secara keseluruhannya. Menurut beliau dalam mengulas mengenai politik dan gerakan Islam:
    “Second: the problem of terminology. Confusion is rampant; no one knows exactly who or what “Islamism” means. The term, which has now become powerfully pejorative, can be applied to movements ranging from al-Qaeda (worldwide, and most recently in northern Mali) to the legalists of Ennadha and the Muslim Brotherhood by way of the Justice and Development parties in Turkey and Morocco (with certain reservations), and up to and including the Iranian regime. It is hard to believe that the confusion is being maintained, and the terminology being utilized purely by chance. Meanwhile the petro-monarchies of the Gulf, those wealthy allies of the West, whose authorities affirm that democracy is un-Islamic, regimes that apply the Shari’a in its most legalistic and repressive form and that forbid women from social and political participation, are never described as “Islamists” even though their policies and practices form the essence of political Islam.” [lihat http://tariqramadan.com/, Monday, 5 Ogos 2013]
Justeru, tindakan yang tepat dalam memikirkan bagaimana mengekang Syiah supaya ia tidak menjadi ancaman kepada kestabilan beragama dan politik di Malaysia adalah melalui kesedaran ilmu. Menggunakan undang-undang pastinya bukan cara yang terbaik malah hanya memberikan kredit dan meningkatkan simpatisme kepada mereka. Jalan yang terbaik adalah dialog dan wacana terbuka antara ilmuwan kedua belah pihak versi Malaysia.
Prof Madya Datuk Dr Mohd Asri Zainul Abidin pada akhir siaran langsung mengenai Syiah dalam TV1 beberapa minggu lepas meminta secara terbuka kepada RTM supaya melakukan wacana dan debat secara terbuka dengan Syiah di Malaysia. Permintaan itu wajar disambut oleh RTM dan mana-mana agensi media kerajaan kalau mereka mahu dilihat serius dalam menangani isu ini dan tidak hanya bersifat retorik politik semata, jika tidak kerajaan akan dinilai sebagai tidak ikhlas dalam isu ini dan hanya memikirkan political milleage pimpinan dan parti politik tertentu sahaja.
Dalam masa yang sama, penulis mendapat maklumat bahawa ada usaha yang sedang dilakukan bagi dianjurkan dialog, wacana malah debat oleh agensi media bebas seperti Karangkraft melalui Wacana Sinar Harian yang boleh dikatakan sebagai fenomena baru kepada dimensi wacana intelektual masyarakat Malaysia mutakhir ini.
Karangkraft melalui akhbar Sinar Harian dilihat menjuarai hal itu dan tidak pelik mengapa kini Sinar Harian menjadi akhbar alternatif paling laris di pasaran berbanding akhbar perdana lain. Kita doakan supaya usaha serius dapat dilakukan bagi wacana terbuka antara sarjana yang mewakili blok Sunni dan Syiah menjadi kenyataan dan Syiah juga bersedia untuk menyahut cabaran itu.
Mendorong masyarakat membaca mengenai Syiah
Hendak dapat tidak masyarakat mesti didedahkan malah mereka sendiri perlu dididik untuk meningkat daya inkuiri (ingin tahu) mereka secara semulajadi dan tidak hanya bergantung kepada sumber media popular yang bersulam propaganda, bias dan bersifat politik. Masyarakat perlu diberi wacana ilmiah bagi mendorong mereka berfikir untuk mencari jawapan melalui pembacaan dan penilaian mereka sendiri.
Ya, tanpa menafikan bahawa bukan semua orang mempunyai asas ilmu dalam Islam khususnya mengenai perkembangan dalam sejarah, aliran pemikiran, mazhab dan apa sahaja mengenai Syiah kerana kebanyakan sumber adalah dalam bahasa Arab dan rujukan utamanya dalam bahasa Parsi.
Bahasa Arab sudah dikira sebagai bahasa kedua manakala bahasa Inggeris adalah bahasa ketiga dalam membicarakan mengenai Syiah. Mengkaji dan membaca tulisan daripada ulama Sunni pasti menyebabkan sesuatu penilaian akan bersifat satu hala sahaja, apatah lagi jika ulama tersebut tidak dapat merujuk kepada sumber primer Syiah dalam bahasa Parsi itu sendiri. Bacaan jurnal ilmiah berimpak tinggi adalah satu kemestian bagi mereka yang serius ingin memahami Syiah namun tetap bergantung kepada objektiviti pengkajinya.
Bagi berlaku adil dalam penilaian ini, sewajarnya sumber Syiah dalam bahasa Parsi dirujuk sama bagi menilai apakah sebenarnya kedudukan Syiah itu. Justeru, kemunculan sarjana Nusantara yang mengkaji secara serius mengenai Syiah di peringkat pengajian tinggi adalah suatu perkembangan yang wajar dihargai. Namun bagi bacaan awal, buku dalam bahasa Melayu, Indonesia dan Inggeris bagi orang awam sedikit sebanyak akan membantu membuka dimensi yang lebih luas dalam perbincangan ini.
Antara buku popular yang boleh disyorkan dan mudah didapati di pasaran berbahasa Melayu dan Indonesia adalah Apa Itu Syiah? tulisan Prof Dr H. M. Rasjidi terbitan Al-Hidayah Publisher Sdn. Bhd., Kenapa Aku Keluar Syiah? tulisan Syeikh al-`Allamah Dr Hussain al-Musawi terbitan kerajaan negeri Kedah semasa pemerintahan PAS (dapatkan juga versi Indonesia dengan judul Mengapa Saya Keluar Dari Syiah: Kesaksian Penulis Sebelum Dibunuh), Agenda Politik Syiah: Dendam Warisan dalam Mencari Pemimpin Umat tulisan Prof Madya Dr Kamaluddin Nurdin terbitan PTS Media Pro Sdn. Bhd. Antara yang paling menarik dan ilmiah adalah Jurnal Pemikiran dan Peradaban Islamia terbitan INSIST, Vol. viii, No. 1, April 2013 dengan tajuk Ahlusunnah dan Shi`ah: Beda Akidah, Shari`ah atau Politik?.
Kesimpulan
Barangkali ada pihak beranggapan bahawa wacana terbuka hanya menjadi pentas bagi mempromosi dan mengiktiraf Syiah itu sendiri, pastinya tidak salah hujah dan pemikiran yang begitu, namun fikirkan manfaat yang sebaliknya jika wacana diadakan dan persediaan yang rapi dan mantap dari sudut ilmiah dan intelektual dilakukan oleh kedua-dua pihak, kenapa mereka (wakil Sunni dan Syiah) perlu takut untuk masyarakat awam termasuk bukan Islam menjadi hakim kepada kebenaran jika benar mereka masing-masing di pihak yang benar?
Penulis yakin sarjana yang mempunyai autoriti dalam mendokong Syiah di Malaysia cukup layak untuk dipertemukan dengan sarjana Sunni di Malaysia. Keyakinan tinggi kedua-dua belah pihak ini akan melahirkan wacana tinggi berkualiti dan ini adalah budaya intelektual yang menguntungkan masyarakat secara umumnya.
Dengan padang yang sama rata dan sikap matang rakyat dengan terlebih dahulu melenyapkan pengaruh emosi hasil daripada taqlid buta, ta`sub, jumud dan ghuluw masyarakat Malaysia menuju ke era budaya ilmu yang sihat, budaya ilmu tinggi dan mengembalikan kegemilangan tamadun dengan membina manusia yang mencintai ilmu. – 22 Ogos, 2013.
* Zahiruddin Zabidi ialah seorang penulis.
* Ini adalah pendapat peribadi penulis dan tidak semestinya mewakili pandangan The Malaysian Insider.
SOLAWAT

No comments:

Post a Comment